Sabtu, 02 Juni 2012

Pacaran Islami? Yang Bener Ajah..!!'


Bismillah..

Menempelkan label Islami memang mudah. Namun ketika yang dilekati adalah hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam, maka perkaranya menjadi berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, mudahan-mudahan mereka mau kembali ke jalan yang benar.” (Ar-Rum: 41)

Demikianlah, kerusakan dapat kita jumpai di mana-mana. Jangankan di kota besar, bahkan di pelosok pedesaan sekalipun. Belum lagi musibah yang terjadi hampir di seluruh negeri. Semua itu tidak lain penyebabnya karena dosa anak manusia.

Abul ‘Aliyah berkata, “Siapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi maka sungguh ia telah membuat kerusakan di bumi. Karena kebaikan di bumi dan di langit diperoleh dengan ketaatan.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 6/179)

Dan salah satu bentuk kerusakan dibumi adalah pergaulan anak muda yang rusak merupakan salah satu penyebab kerusakan tersebut. Hubungan pacaran pra nikah dianggap sah. Pacaran boleh-boleh saja, bahkan dianggap suatu kewajaran dan tanda kewajaran anak muda.

Dan Kali ini, BUKAN hubungan mereka (pacaran orang awam) yang ingin kita bicarakan, karena telah demikian jelas penyimpangan dan kerusakannya!
Tapi kali ini yang saya tuju adalah mereka..para pemuda pemudi yang katanya punya ghirah terhadap Islam, yang aktif dalam organisasi dakwah, training2 pembinaan keimanan dan kegiatan2 Islami lah yang aku bahas di sini.

Mungkin karena pemahaman terhadap islam yg (MAAF) cuma setengah2 atau terlalu mendominasinya hawa nafsu, mereka memunculkan istilah “pacaran Islami” dalam pergaulan mereka.

Bagaimana pacaran Islami yang mereka mau, bukan? Jelas karena diberi embel-embel Islam, mereka hendak terlihat BERBEDA dengan gaya pacaran orang awam. Katanya pacaran islami itu BOLEH, ASALKAN tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegang-pegangan, tidak ada pandangan mesra, tidak ada kata2 kotor dan keji.

Katanya yg penting masing2 bisa menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, tentang umat, saling mengingatkan untuk beramal, berzikir kepada Allah, mengingatkan tentang ibadah (dah tahajud belum? jangan lupa besok shaum senin kamis yaa? dll..halahhh), mengingtakan tentang tentang surga dan neraka. De el el. Begitu katanya, katanya dan katanya. *Kata siapa emang..???

Katanya..Pacaran islami yang dilakukan hanyalah sebagai tahap penjajakan. Kalau cocok, diteruskan sampai ke jenjang pernikahan. Kalau tidak, diakhiri dengan cara putus baik-baik. Bukankah hal ini tak ubahnya seperti ajang coba-coba..?
*Jangan2 nanti saat nikahpun juga coba-coba..! walahh..:D

Bahkan di Bulan februari lalu, di tahun yg sama ini juga, saya pernah mendengar ucapan salah seorang aktivis dakwah di masjid sebuah rumah sakit di Yogyakarta, mereka dalam suatu kajian keIslaman untuk mengalihkan anak-anak muda Islam dari merayakan Valentine Day,
Sang aktivis berkata: “Daripada pemuda Islam, ikhwan sekalian, pacaran dengan wanita-wanita di luar, yang tidak berjilbab, tidak shalihah, maka lebih baik berpacaran dengan seorang muslimah yang berjilbab dan shalihah.” Waduuhhhhh...

Darimanakah mereka mendapatkan pembenaran atas perbuatan dan ucapan itu? Benarkah mereka telah menjaga diri dari perkara yang haram atau malah mereka terjerembab ke dalamnya dengan sadar ataupun tidak? Ya, setanlah yang menghias-hiasi kebatilan perbuatan mereka sehingga tampak sebagai kebenaran.
Ketika maksiat dibungkus dengan kebaikan, maka yg nampak adalah kebaikan yg syubhat.

Mereka memang –katanya– tidak bersentuhan, tidak pegangan tangan, tidak ini dan tidak itu… Sehingga mereka jauh dari keinginan berbuat zina, sebagaimana pacarannya para pemuda-pemudi awam yang pada akhirnya menyeret mereka untuk berzina dengan pasangannya. Na’udzubillah!!!

Namun tahukah antum (anak-anak muda yang katanya punya kecintaan kepada Islam ini) bahwa hatinya telah ternodai, hatinya telah terjerat dalam fitnah dan telah berzina? Demikian pula mata mereka, telinga mereka?

“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina. Dia akan mendapatkannya, tidak bisa tidak. Maka, zinanya mata adalah dengan memandang (yang haram) dan zinanya lisan adalah dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR.Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657).

“Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmidzi no. 1171, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Karena bahayanya fitnah wanita dan bersepi-sepi dengan wanita, Rasulullah sampai memperingatkan:

“Hati-hati kalian masuk ke tempat para wanita!” Berkatalah seseorang dari kalangan Anshar, “Wahai Rasulullah! Apa pendapat anda dengan ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.”
(HR. Al-Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 5638).

Dsini juga saya tegaskan bahwa saudara ipar (yang lawanjenis) adalah BUKAN MAHROM. Karena masih banyak dari kita yg salah kaprah mengartikan bahwa ipar tak ubahnya keluarga sendiri sehingga boleh berdua2 atau hal2 lain dilakukan seperti dgn keluarga sendiri.

KITA KEMBALI KE TEMA...

Allah berfirman:
“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)

Ayat di atas termasuk dalil yang menunjukkan bahwa wanita tidak semestinya memperdengarkan suaranya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, kecuali dalam keadaan-keadaan yang dibutuhkan sehingga ia terpaksa berbicara dengan laki-laki dengan disertai rasa malu. Wallahu a’lam.” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/163,164)

Kita baru menyinggung pembicaraan via telepon ataupun secara langsung. Lalu bagaimana bila pemuda-pemudi berhubungan lewat surat?

Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman dalam Fatawa Al-Mar`ah (hal. 58) ditanya, “Bila seorang lelaki melakukan surat-menyurat dengan seorang wanita ajnabiyah, hingga pada akhirnya keduanya saling jatuh cinta, apakah perbuatan ini teranggap haram?”.
Beliau menjawab, “Perbuatan seperti itu tidak boleh dilakukan, karena dapat membangkitkan syahwat di antara dua insan. Dan syahwat tersebut mendorong keduanya untuk saling bertemu dan terus berhubungan. Kebanyakan surat-menyurat seperti itu menimbulkan fitnah dan menumbuhkan kecintaan kepada zina di dalam hati".

Asy-Syaikh melanjutkan, “Dalam surat-menyurat antara pemuda dan pemudi ada fitnah dan bahaya yang besar, sehingga wajib untuk menjauh dari perbuatan tersebut, walaupun penanya mengatakan dalam surat menyurat tersebut tidak ada kata-kata keji dan rayuan cinta.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, 2/898).

Demikianlah… Lalu, masihkah ada orang-orang yang memakai label Islam untuk membenarkan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran?

Masih adakah yg berdalih mengatakan,'gak papa pacaran, kan pacaran islami, gak ada maksiat kok..?'
Yang Bener Ajah !.

Wallahualam bishowab
Wassalamualaikum
---------------------

(Ref: Sharah Hadits Bukhari-Muslim, Fathul Bari, Sunan Abu Dawud, Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami')