Selasa, 14 Februari 2012

Kebijakan Akuntansi Internasional yang diterapkan di Indonesia


Kebijakan Akuntansi Internasional yang diterapkan di Indonesia
Standar akuntansi keuangan di Indonesia perlu mengadopsi IFRS untuk pelaporan keuangan Indonesia agar dapat diterima perusahaan-perusahaan di seluruh dunia dan Indonesia mampu memasuki persaingan global untuk menarik investor internasional. Indonesia berencana untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012. Sebuah adopsi adalah wajib bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional. Keputusan apakah Indonesia akan sepenuhnya mengadopsi IFRS atau diadopsi sebagian untuk tujuan harmonisasi harus dipertimbangkan hati-hati. Penuh adopsi IFRS akan meningkatkan keandalan dan komparabilitas pelaporan keuangan internasional.
Jika Indonesia sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012, ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh para akademis dan perusahaan-perusahaan. Kurikulum, kurikulum dan sastra harus disesuaikan untuk beradaptasi dengan perubahan. Ini membutuhkan waktu dan usaha karena banyak aspek terkait dengan perubahan. Penyesuaian juga harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi, terutama mereka dengan interaksi dan transaksi. Adopsi penuh juga berarti perubahan prinsip akuntansi ini telah diterapkan standar akuntansi di seluruh dunia. Hal ini tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena alasan standar akuntansi (1) beberapa erat terkait dengan sistem perpajakan. Penerapan IFRS internasional dapat mengubah sistem pajak di setiap negara untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS. (2) standar akuntansi ini adalah kebijakan akuntansi untuk memenuhi kebutuhan nasional dan kebijakan ekonomi yang berbeda di setiap negara. Ini bisa menjadi tantangan utama dalam mengadopsi penuh IFRS.
Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh (full adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting Standard (IFRS). Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi).
Proses harmonisasi ini memiliki hambatan antara lain nasionalisme dan budaya tiap-tiap negara, perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara, perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara, serta tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.
Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Petreski, 2005).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa Standar akuntansi internasional (IFRS) akan mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Pada tahun 2012 tersebut diharapkan Indonesia sudah mengadopsi keseluruhan IFRS, sedangkan khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Dengan pencanangan tersebut timbul permasalahan mengenai sejaumana adopsi IFRS dapat diterapkan dalam Laporan Keuangan di Indonesia, bagaimana sifat adopsi yang cocok apakah adopsi seluruh atau sebagian (harmonisasi), dan manfaat bagi perusahaan yang mengadopsi khususnya dan bagi perekonomian Indonesia pada umumnya, serta bagaimana kesiapan Indonesia untuk mengadopsi IFRS,
Analisis Kebijakan
Choi dan Mueller (1998) mendefinisikan akuntansi internasional adalah akuntansi internasional yang memperluas akuntansi yang bertujuan umum, yang berorientasi nasional, dalam arti yang luas untuk:
1.      Analisa komparatif internasional,
2.      Pengukuran dan isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik bagi transaksi bisnis-bisnis internasional dan bentuk bisnis perusahaan multinasional,
3.      Kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan internasional, dan
4.      Harmonisasi akuntansi di seluruh dunia dan harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitas-aktivitas politik, organisasi, profesi dan pembuatan standar.
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
1.      Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.,
2.      menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.,
3.      dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya.
Choi, et al. (1999) menyatakan bahwa Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Standart harmonisasi ini bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan komparabilitas (daya banding) informasi keuangan yang berasal dari berbagai Negara. Saat ini harmonisasi standar akuntansi internasional menjadi isu hangat karena berhubungan erat dengan globalisasi dalam dunia bisnis yang terjadi saat ini. IASC (International Accounting Stadard Committe) adalah lembaga yang bertujuan merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan (Choi & Mueller, 1998).
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Menurut Nobes dan Parker (2002), rintangan yang paling fundamental dalam proses harmonisasi adalah:
1.      perbedaan praktek akuntansi yang berlaku saat ini pada berbagai negara,
2.      kurangnya atau lemahnya tenaga profesional atau lembaga profesional di bidang akuntansi pada beberapa negara,
3.      perbedaan sistem politik dan ekonomi pada tiap-tiap negara. Menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002),
Hambatan dalam menuju harmonisasi adalah:
1.      Nasionalisme tiap-tiap negara,
2.      Perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara,
3.      Perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara,
4.      Tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.
Penurunan Nilai
Penurunan nilai dari asset merupakan suatu kondisi dimana nilai tercatat dari asset melebihi jumlah terpulihkan (jumlah untuk mendapatkan aset tersebut).  Secara periodik perusahaan harus mereview ada atau tidaknya indikasi penururnan nilai (test of impairment) jika terdapat indikasi maka perusahaan harus menaksir recoverable amount dari asset tersebut.
A.   Indikasi/Faktor Penurunan Nilai
1.    Informasi dari luar perusahaan
-          Nilai pasar asset (telah turun secara signifikan melebihi pemakaian normal
-          Terjadi perubahan memburuk dalam hal teknologi, pasar, kondisi ekonomi, hukum, atau dalam pasar produk atau jasa yang d.ihasilkan oleh asset tersebut.
-          Suku bunga pasar dari investasi telah meningkat sehingga akan menurunkan recoverable amount dari asset secara materil
-          Jumlah tercatat asset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya
2.    Informasi dari dalam perusahaan
-          Pengguanaan aktiva
-          Keusangan/kerusakan
-          Perubahan signifikan dengan cara penggunaan asset
-          Kinerja ekonomi asset memburuk

B.    Pengukuran Penurunan Nilai
Untuk menentukan nilai wajar dari sebuah aktiva, dikurangi biaya untuk menjual.
Nilai buku = nilai asset – akumulasi penyusustan dan akumulasi rugi penurunan nilai

Sumber yang disajikan dalam susunan menurun berdasrkan kkualitas informasi:
1.    Perjanjian penjualan
2.    Harta dalam pasar aktif
3.    Biaya pelepasan

C.   Pengukuran Nilai Yang Dapat Diperoleh Kembali
Penurunan nilai tidak terjadi jika salah satu nilai wajar aktiva dikurangi biaya untuk menjual atau nilai yang sedang digunakan lebih besar dari aktiva yang tercatat. Jika tidak mungkin untuk mengukur nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, maka gunakan nilai pakai.
Jumlah yang dapat dipulihkan biasanya ditentukan oleh aktiva itu sendiri namun jika suatu aktiva menghasilkan arus kas yang hanya sebagian dari kelompok aktiva maka diadakan penilaian untuk kelompok aktiva tersebut.
Tahap penaksiran ketika penaksiran arus kas masuk dan keluar di masa depan dari pemakaian dan penghentian asset dan penerapan tarif diskonto yang memadai.

D.   Pengungkapan Informasi Penurunan Nilai
1.    Kerugian Penurunan Nilai: jumlah kerugian penurunan nilai yang diakui selama periode berjalan dan pos dimana mereka berada
2.    Pemulihan Penurunan Nilai: jumlah pemulihan penurunan nilai yang diakui pada periode berjalan dan pos dimana mereka berada.
3.    Penurunan Nilai Aktiva yang Direvaluasi: jumlah kerugian penurunan nilai atas aktiva yang direvaluasi selama periode berjalan.
4.    Pemulihan Aktiva yang direvaluasi: jumlah pemulihan penurunan nilai atas aktiva yang direvaluasi yang diakui selama periode tersebut.

Unit Penghasil Kas
Unit penghasil kas adalah kelompok terkecil aktiva yang secara independen menghasilkan arus kas. Dan sebagian besar arus kas tergantung arus kas yang dihasilkan aktiva lain.
Jika terdapat indikasi bahwa suatu asset turun nilainya,jumlah terpulihkan diestimasi untuk asset individual.  Jika tidak mungkin mengestimasi jumlah terpulihkan asset individual, entitas menentukan nilai terpulihkan dari unit penghasil kas dari mana asset tercakup (asset dari unit penghasil kas).
Jumlah terpulihkan dari asset individual tidak dapat ditentukan jika:
a.    nilai pakai asset tidak dapat diestimasi mendekati nilai wajarnya dikurangi biaya penjualan (contoh: apabila arus kas masa depan dari penggunaan asset tidak dapat diestimasi menjadi tak berarti)
b.    asset tidak menghasilkan arus kas masuk yang independen dari kelompok asset lain
Dalam kasus ini nilai pakai dan jumlah terpulihkan, dapat ditentukan hanya untuk unit penghasil kas asset.

Goodwill
Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwill yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis, sejak tanggal akuisisi, dialokasikan pada setiap unit penghasil kas pihak pengakuisisi (kelompok unit penghasil kas) yang diharapkan memberikan manfaat dan sinergi kombinasi, terlepas dari apakah asset atau liabilities lain dari pihak yang diakuisisi yang ditetapkan ke unit-unit atau kelompok unit-unit tersebut.
Setiap unit atau kelompok unit yang memperoleh alokasi goodwiil harus:
a.    Merupakan tingkat terendah dalam entitas yang goodwillnya dimonitor untuk manajemen internal
b.    Tidak lebih besar dari suatu segmen operasi yang ditentukan sesuai dengan PSAK 5, segmen operasi.
Jika goodwill terkait dengan unit penghasil kas tetapi belum dialokasikan ke unit tersebut, unit tersebut harus diuji penurunan nilai ketika terdapat indikasi penurunan nilai. Pengujian tersebut dilakukan dengan memnadingkan jumlah tercata dari unit tersebut (tidak termasuk goodwill) dengan jumlah terpulihkannya. Setiap rugi penurunan nilai harus diakui.
Unit penghasil kas yang telah memperoleh alokasi goodwill harus diuji penurunan nilai secara tahunan. Jika jumlah terpulihkan tersebut melebihi jumlah tercatatnya unit dan goodwill yang dialokasikan ke unit tersebut harus dianggap tidak mengalami penurunan. Jika jumlah tercatat unit melebihi jumlah terpulihkan harus mengakui rugi penurunan nilai.
Asset korporat
Karakteristik khusus asset korporat adalah bahwa asset korporat tidak menghasilkan arus kas masuk secara independen dari asset atau kelompok asset lain dan jumlah tercatatnya tidak dapat sepenuhnya diatribusikan ke unit penghasil kas yang sedang ditelaah.
Karena asset korporat tidak menghasilkan arus kas yang terpisah, jumlah terpulihkan asset korp[orat individual tidak dapat ditentukan kecuali manajemen telah memutuskan untuk melepas asset tersebut.
Sebagai konsekuensinya, jika terdapat indikasi bahwa asset korporat mungkin turun nilainya, jumlah terpulihkan ditentukan untuk unit penghasil kas atau kelompok unit penghasil kas yang memiliki asset korporat tersebut, dan dibandingkan dengan jumlah tercatat dari unit penghasil kas ini atau kelompok dari unit penghasil kas dimaksud.

PSAK 48 vs PSAK 48 (R 2010)
Perbedaan
PSAK 48 (1998)
PSAK 48 (Revisi 2010)
Efektif 01 Januari 2011
Frekuensi pengujian penurunan nilai
Pada saat terdapat indikasi aset mungkin mengalami penurunan nilai
Sama, tetapi untuk aset berikut harus dilakukan pengujian secara tahunan:
1.    Aset takberwujud dengan umur manfaat takterbatas
2.    Aset takberwujud yang belum tersedia untuk digunakan
3.    Goodwill yang diperoleh dalam kombinasi bisnis
Pengukuran nilai pakai












Alokasi goodwill ke unit penghasil kas (UPK)
Lebih sedikit klarifikasi mengenai pengukuran nilai pakai











1.    Goodwill diuji penurunan nilainya sebagai bagian dari CGU terkaitnya
2.    Menggunakan pendekatan ‘bottom-up/top-down’
Memberikan klarifikasi atas:
1.    Elemen-elemen dalam penghitungan nilai pakai
2.    Keharusan untuk menilai kewajaran asumsi yang digunakan dalam proyeksi aliran kas
3.    Dikeluarkannya estimasi aliran kas yang berkaitan dengan restrukturisasi masa depan yang belum ada komitmen dan perbaikan kinerja aset dari proyeksi aliran kas

Pada dasarnya sama, tetapi terdapat klarifikasi bahwa:
1.      Goodwill harus dialokasikan, pada tanggal akuisisi, ke UPK atau kelompok UPK yang diharapkan mendapatkan manfaat dari sinergi kombinasi bisnis
2.      Goodwill ini, untuk tujuan akuntansi, melekat pada UPK tersebut. Jika UPK itu dijual, maka goodwill yang melekat padanya juga diperhitungkan dalam menentukan untung rugi penjualan UPK.
3.      Realokasi goodwill dapat terjadi ketika ada reorganisasi.
Kombinasi Bisnis
Kombinasi Bisnis merupakan transaksi dimana pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali bisnis lain (yang diakuisisi/aquiree). Pihak yang diakuisisi (acquiree) – aset yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih – merupakan suatu bisnis. Dimana Bisnis merupakan rangkaian terpadu kegiatan dan aset yang diadakan dan dikelola untuk memperoleh manfaat ekonomi.
A.    Indikasi pengendalian (PSAK 4)
      Kepemilikan lebih dari setengah kekuasaan suara (voting rights)
      Kepemilikan kurang dari setengah voting rights:
}  Lebih dari setengah voting right berdasarkan perjanjian kontraktual
}  Kekuasaan untuk:
Ø  mengatur kebijakan keuangan dan operasional berdasarkan anggaran dasar/perjanjian
Ø  menunjuk dan memberhentikan mayoritas dewan direksi/komisaris
Ø  memberikan suara mayoritas rapat direksi/komisaris
B.     Indikasi pihak pengakuisisi biasanya pihak yang:
      Mentransfer kas atau aset lain atau mengeluarkan surat hutang
      Mengeluarkan saham baru
      Merupakan perusahaan yang lebih besar
      Merupakan inisiator kombinasi bisnis

C.     PSAK 22 (1994) vs PSAK 22 (2010)
Perbedaan
PSAK 22 (1994)
Akuntansi Penggabungan usaha
PSAK 22 (2010) Kombinasi Bisnis (efektif 1 Januari 2011)
Ruang lingkup







Metode Akuntansi

Biaya terkait

Pengukuran aset dan liabilitas

Akuisisi bertahap






Goodwill negatif


Kepentingan Nonpengendali
Seluruh kombinasi bisnis, kecuali: Under common control, Pembentukan ventura bersama.




Purchase method, Pooling of interest

Beban periode berjalan

Panduan nilai wajar tersendiri.


Nilai wajar pada tanggal perolehan kepemilikan.
Perbedaan nilai wajar sekarang dgn sebelumnya disajikan sebagai revaluasi



Diakui sebagai pendapatan ditangguhkan dan diamortisasi selama 20 tahun.
Berdasarkan nilai tercatat aset neto

Seluruh kombinasi bisnis, kecuali: Under common control, Pembentukan ventura bersama, Akuisisi aset atau kelompok aset yang bukan merupakan bagian dari bisnis.

Purchase method


Bagian dari biaya kombinasi bisnis
Nilai wajar dan mengacu ke SAK lain


Pengukuran kembali kepemilikan sebelumnya pada nilai wajar tanggal akuisisi.
Keuntungan/kerugian diakui dalam laporan laba rugi.

Diakui sebagai keuntungan periode berjalan

Berdasarkan nilai wajar, atau Berdasarkan proporsi aset neto teridentifikasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar