Kamis, 24 November 2011


PERATURAN PRESIDEN TENTANG PELAKSANAAN E-GOVERNMENT DI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH


Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. e-Government adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan;
2. Infrastruktur adalah perangkat keras, piranti lunak, dan peralatan telekomunikasi, yang ketika digunakan bersama, menjadi pondasi dasar untuk mendukung pelaksanaan e-government;
3. Interoperabilitas adalah kemampuan sebuah sistem atau produk untuk bekerja sama dengan sistem atau produk lain;
4. Keamanan Informasi adalah proteksi informasi dan sistem informasi dari akses, penggunaan, penyebaran, pengubahan, gangguan, atau penghancuran oleh pihak yang tidak berwenang;
5. Audit adalah evaluasi terhadap sistem, proses, program, dan produk dalam rangka untuk memastikan keabsahan, kehandalan, dan kesesuaian dengan standar yang berlaku;
6. Nama Domain adalah alamat Internet dari seseorang, perkumpulan, organisasi, badan usaha, atau instansi pemerintah yang dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui Internet yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik.
7. Aplikasi adalah komponen sistem informasi yang digunakan untuk menjalankan fungsi, proses, dan mekanisme kerja yang mendukung pelaksanaan e-government.

MAKSUD DAN TUJUAN


(1) Peraturan Presiden ini dimaksudkan untuk mengatur pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi oleh instansi pemerintah pusat dan daerah berkaitan dengan pelaksanaan e-government secara nasional.
(2) Peraturan Presiden ini bertujuan untuk :
a. Memberikan kepastian hukum dalam rangka pelaksanaan e-government secara nasional.
b. Memberikan keterpaduan antar instansi secara nasional dalam pelaksanaan e-government.
c. Memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengolahan, pengelolaan, penyaluran, dan pendistribusian informasi dalam pelayanan publik secara nasional.

KEBIJAKAN

(1) Peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing instansi pemerintah pusat dan daerah berkaitan dengan pelaksanaan e-government harus mengacu dan selaras dengan Rencana Induk e-Government Indonesia dan ketentuan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan e-government di setiap instansi pemerintah pusat dan daerah harus mengacu dan selaras dengan Rencana Induk e-Government Indonesia dan ketentuan yang berlaku.
(3) Pelaksanaan e-government dilakukan oleh masing-masing instansi pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta harus dikoordinasikan dengan Menteri Komunikasi dan Informatika dan Menteri lain yang terkait.
(4) Pengembangan dan pelaksanaan e-government di masing-masing instansi pemerintah pusat dan daerah dievaluasi secara berkala oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, dan dilaporkan kepada Presiden Republik Indonesia.
(5) Pengadaan barang dan jasa untuk pengembangan dan pelaksanaan e-government dapat dilakukan melalui kemitraan dengan badan usaha, dengan memperhatikan efisiensi yang diperoleh dari keseimbangan belanja modal dan belanja operasional.
(6) Sumber pembiayaan dalam pengembangan dan pelaksanaan e-government dapat dilaksanakan dari APBN, APBD, hibah, pinjaman atau sumber-sumber pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

INFRASTRUKTUR

(1). Infrastruktur yang digunakan untuk pelaksanaan e-government pada instansi pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan standar interoperabilitas, standar keamanan informasi, dan ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(2). Infrastruktur yang digunakan untuk pelaksanaan e-government pada instansi pemerintah pusat dan daerah harus dapat diperiksa kesesuaian fungsinya melalui proses audit.
(3). Pemerintah pusat menyediakan pusat data terintegrasi nasional beserta fasilitas pendukungnya yang dikoordinasikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(4). Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, masing-masing instansi pemerintah pusat dan daerah menyediakan pusat data terintegrasi, mengacu kepada standar interoperabilitas, standar keamanan informasi, dan ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(5). Semua situs web instansi pemerintah pusat dan daerah harus menggunakan nama domain yang diperuntukkan untuk instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(6). Semua situs web instansi pemerintah pusat dan daerah harus berinduk pada satu portal induk resmi pemerintah Indonesia yang beralamat di indonesia.go.id yang dikelola oleh Sekretariat Negara.


APLIKASI


(1). Aplikasi e-government terdiri dari aplikasi dasar yang bersifat umum, aplikasi standar nasional, dan aplikasi spesifik, yang ketentuannya dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(2). Aplikasi yang digunakan untuk pelaksanaan e-government pada instansi pemerintah pusat dan daerah harus memenuhi standar interoperabilitas, standar keamanan informasi, dan ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(3). Aplikasi yang digunakan untuk pelaksanaan e-government pada instansi pemerintah pusat dan daerah harus dapat diperiksa kesesuaian fungsinya melalui proses audit.
(4). Instansi pemerintah yang membangun aplikasi untuk menunjang pelaksanaan e-government menggunakan APBN/APBD harus memastikan bahwa hak cipta termasuk hak pakai, hak ubah, hak menggandakan, dan hak distribusi aplikasi tersebut menjadi milik negara.

(5). Setiap instansi pusat wajib menyediakan aplikasi standar nasional sesuai
dengan tugas dan fungsi khusus yang melekat pada instansi tersebut. Dalam
hal aplikasi tersebut melibatkan lebih dari satu instansi, maka diperlukan
koordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika.
(6). Aplikasi standar nasional yang dimaksud pada ayat (5) beserta seluruh dokumentasi pendukungnya, wajib diserahkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika.
(7). Aplikasi dasar yang bersifat umum disediakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(8). Aplikasi yang bersifat spesifik diatur oleh ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(9). Penyimpanan aplikasi standar nasional dilakukan dalam repositori yang dikelola oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.

DATA DAN INFORMASI

(1). Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan e-government untuk keperluan internal dan eksternal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2). Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah wajib menjamin keamanan, kerahasiaan, keterkinian, akurasi, dan keutuhan data dan informasi sesuai dengan standar dan ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(3). Struktur dan format data yang digunakan harus memenuhi standar interoperabilitas dan ketentuan yang berlaku secara nasional.
(4). Setiap instansi pusat wajib menyediakan standar data nasional sesuai dengan tugas dan fungsi khusus yang melekat pada instansi tersebut. Dalam hal standar data tersebut melibatkan lebih dari satu instansi, maka diperlukan koordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika.

SUMBER DAYA MANUSIA

(1). Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan sumber daya manusia untuk mendukung pelaksanaan e-government sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.

(2). Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah wajib melakukan upaya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan e-government.
(3). Standar kompetensi sumber daya manusia untuk mendukung pelaksanaan e-government ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.

KELEMBAGAAN

(1) Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah harus memiliki kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan e-government.
(2) Lembaga yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan e-government memiliki unit kerja sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan instansi.
(3) Tugas dan fungsi lembaga dan unit kerja di bawahnya mengikuti standar dan ketentuan yang berlaku.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang kelembagaan akan diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas masukan dari Menteri Komunikasi dan Informatika.

TATA KELOLA

(1) Pelaksanaan e-Government harus mengacu pada ketentuan tata kelola teknologi informasi dan komunikasi yang berlaku dan standar yang ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
(2) Tata kelola teknologi informasi dan komunikasi dalam pelaksanaan e-government harus dapat diperiksa kesesuaian pelaksanaannya melalui proses audit.


STRATEGI PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT


Dengan mempertimbangkan kondisi saat ini, pencapaian tujuan strategis e-government perlu dilaksanakan melalui 6 (enam) strategi yang berkaitan erat, yaitu :


  1. Mengembangkan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas.
  2. Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik.
  3. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.
  4. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri telekomunikasi dan teknologi informasi.
  5. Mengembangkan kapasitas SDM baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.
  6. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistik dan terukur.















Pengamanan Sistem e-Government


BAB V
Pengamanan Sistem e-Government

Dalam beberapa tahun terakhir ini Electronic Government (e-government) mulai mendapat perhatian besar di Indonesia. Bahkan sudah ada beberapa implementasi dari e-government. Namun masih ada kendala dalam penerimaan e-government ini yaitu adanya masalah keamanan (security).
Masalah utama yang dihadapi adalah belum adanya pemahaman (awareness) akan masalah keamanan. Memang dapat dimengerti bahwa penerapan e-government di Indonesia ini masih pada tahap awal sehingga fokus utamanya bukan pada masalah keamanan akan tetapi pada adanya dahulu. Tanpa penerapan sistem pengamanan pada sistem e-government, masalah akan timbul di kemudian hari.

Aspek Keamanan

Secara teori ada beberapa aspek keamanan, yaitu:
·         Confidentiality (kerahasiaaan) & privacy
·         Integrity (integritas)
·         Availability (ketersediaan)
Ketiga aspek tersebut sering disingkat dengan istilah “CIA”, yaitu diambil dari huruf depan dari masing-masing aspek tersebut. Sistem pengamanan bertujuan untuk memberikan layanan terhadap aspek-aspek tersebut. Prioritas dari aspek tersebut dapat berbeda dari satu sistem ke sistem lainnya. Untuk sistem e-government, prioritasnya adalah (1) integritas, (2) kerahasiaan, (3) ketersediaan. Mari kita bahas ketiga aspek tersebut satu persatu.

Integritas Data

Aspek integrity (integritas) terkait dengan keutuhan data. Aspek ini menjamin bahwa data tidak boleh diubah (tampered, altered, modifed) tanpa ijin dari yang berhak. Acaman terhadap aspek integritas dilakukan dengan melalui penerobosan akses, pemalsuan (spoofing), virus yang mengubah atau menghapus data, dan man in the middle attack (yaitu penyerangan dengan memasukkan diri di tengah-tengah pengiriman data). Proteksi terhadap serangan ini dapat dilakukan dengan menggunakan digital signature, digital certificate, message authentication code, hash function, dan checksum. Pada prinsipnya mekanisme proteksi tersebut membuat kode sehingga perubahan satu bit pun akan mengubah kode.

Contoh permasalahan integritas dapat dilihat pada sistem perhitungan pemilihan umum tahun 2004 kemarin, dimana pada awal proses perhitungan masih terdapat data uji coba. Hal ini menimbulkan keraguan atas integritas dari data yang berada di dalamnya. Perhatikan gambar di bawah ini, khususnya pada entri untuk Bengkulu dimana (hampir) semua kolom berisi angka 12.

Sistem e-government harus dapat menjamin bahwa data yang dimilikinya hanya boleh diubah oleh orang yang berhak. Masalah utama yang dihadapi di lapangan adalah ketidak-jelasan siapa yang berhak mengubah (memperbaharui, merevisi) data. Sistem e-government yang ada saat ini umumnya belum memiliki dokumen kebijakan yang terkait dengan masalah keamanan (security policy).

Permasalahan lain yang terkait dengan integritas data adalah masalah kualitas data. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kualitas data yang ada pada sistem e-government di Indonesia ini sangat diragukan. Data bukan yang terbaru dan tidak akurat. Jika data yang masuk memiliki kualitas “sampah” maka data yang keluar dari proses sistem ini juga akan memiliki kualitas “sampah”, sesuai dengan peribahasa “garbage in, garbage out”.

Kualitas dan keakuratan data menjadi sangat penting ketika ada beberapa sistem yang harus saling bertukar data, misalnya sistem e-government dari satu propinsi dengan propinsi lainnya. Kemungkinan besar akan terjadi ketidak-cocokan antar sistem dikarenakan data yang berbeda. Data siapa yang paling benar?
Masalah kualitas data ini sangat pelik di Indonesia karena kultur kita yang kurang menghargai data dan dokumentasi. Perlu waktu dan ketekunan untuk mengubah kultur ini.

Untuk meningkatkan integritas dan kualitas data, perlu dilakukan sebuah upaya untuk melakukan verifikasi secara berkala. Di Australia ada sebuah inisiatif untuk melakukan “national document verification system”. Tujuan mereka memang sedikit berbeda, yaitu untuk menghindari pencurian identitas (identity theft)  dalam welfare fraud. Ditakutkan seorang yang jahat mengambil identitas orang lain untuk mendapatkan dana sosial.

Kerahasiaan Data

Confidentiality & privacy terkait dengan kerahasiaan data atau informasi. Pada sistem e-government kerahasiaan data-data pribadi (privacy) sangat penting. Hal ini kurang mendapat perhatian di sistem e-government yang sudah ada.

Bayangkan jika data pribadi anda, misalnya data KTP atau kartu keluarga, dapat diakses secara online. Maka setiap orang dapat melihat tempat dan tanggal lahir anda, alamat anda, dan data lainnya. Data ini dapat digunakan untuk melakukan penipuan dan pembobolan dengan mengaku-aku sebagai anda (atau keluarga anda).

Bayangkan pula jika data SAMSAT, pajak, dan sistem e-government lainnya bocor. Dapat dibayangkan betapa besar potensi kejahatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan data ini. Masalah kerahasiaan data ini menjadi fokus perhatian di dunia.

Canada’s auditor general Shiela Fraser has released a report warning that “significant weaknesses” in government computer system puts citizens’ personal information at risk to identity theft, potentially eroding public confidence in government.  (IEEE Security & Privacy, vol. 3, no. 2, March/April 2005)

Ancaman atau serangan terhadap kerahasiaan data ini dapat dilakukan dengan menggunakan penerobosan akses, penyadapan data (sniffer, key logger), social engineering (yaitu dengan menipu), dan melalui kebijakan yang tidak jelas (tidak ada).
Untuk itu kerahasiaan data ini perlu mendapat perhatian yang besar dalam implementasi sistem e-government di Indonesia. Proteksi terhadap data ini dapat dilakukan dengan menggunakan firewall (untuk membatasi akses), segmentasi jaringan (juga untuk membatasi akses), enkripsi (untuk menyandikan data sehingga tidak mudah disadap), serta kebijakan yang jelas mengenai kerahasiaan data tersebut.
Pengujian terhadap kerahasian data ini biasanya dilakukan secara berkala dengan berbagai metoda. Salah satu contohnya adalah dengan melakukan penetration testing.

Ketersediaan Data

Suatu sistem e-government menjadi tidak manfaat manakala dia tidak tersedia ketika dibutuhkan. Hal ini lebih penting lagi ketika kita sudah mengandalkan sistem e-government.
Ketidak-tersediaan data dapat terjadi karena serangan yang dilakukan oleh manusia (dengan serangan yang disebut Denial of Service – DoS attack), atau dapat terjadi karena bencana alam. Berita dari Denver Post (Amerika) berikut merupakan sebuah contoh terhentinya layanan SIM karena sistem mereka terkena serangan virus.

Contoh lain dari hilangnya aspek availability adalah serangan terhadap World Trade Center (9-11). Banyak perusahaan yang beranggapan bahwa gedung WTC termasuk yang aman di dunia ini sehingga mereka lalai untuk membuat backup di tempat lain. Ketika gedung tersebut hancur, maka hancur juga bisnis yang bermarkas di gedung tersebut. Seharusnya mereka membuat backup data di tempat lain.

Di Indonesia sendiri tragedi tsunami yang menghantam Aceh dapat menjadi contoh betapa pentingnya ketersediaan data. Data dari kantor pemerintahan di sana, termasuk juga data dari berbagai perusahaan, hilang disapu badai tsunami. Data kepemilikan tanah, sertifikat tanah, surat-surat penting yang digadaikan, bahkan data perbankan hilang. Bagaimana membuktikan hal ini semua? Akan timbul banyak masalah di kemudian hari. Untuk itu, di kemudian hari harus ada peraturan yang mengharuskan adanya backup data secara elektronik yang diletakkan di tempat lain.

Untuk menghadapi masalah yang dapat timbul karena ketidak-tersediaan layanan atau data perlu dilakukan kajian terhadap kepentingan dari sistem. Hal ini dilakukan dengan membuat Risk Analysis dan Business Impact Analysis. Biasanya ini menjadi bagian dari proses Business Continuity Management (BCM). Sayangnya hal ini hanya mendapat perhatian dari lingkungan bisnis dan belum mendapat perhatian dari sistem e-government. Mungkin ini disebabkan belum adanya ketergantungan kita kepada sistem e-government. Manakala kita sudah mulai bergantung kepada sistem e-government, maka kegiatan BCM ini harus juga dilakukan.

Masalah Lain

Selain ketiga aspek di atas (confidentiality, integrity, dan availability), sebetulnya ada beberapa aspek lain seperti non-repudiation (tidak dapat menyangkal telah melakukan transaksi), authorization, dan access control. Namun hal ini bisa dianggap menjadi bagian dari ketiga aspek utama di atas.
Masalah utama yang kami temui di lapangan adalah tidak adanya pemahaman (awareness) akan masalah keamanan dari atasan (pimpinan, top management). Hal ini menimbulkan tidak adanya komitmen terhadap masalah keamanan. Akibatnya pengamanan menjadi terbengkalai karena tidak mendapat dukungan (baik dalam bentuk kebijakan maupun finansial). Untuk itu para pimpinan ini perlu mendapat wawasan akan masalah keamanan.
Cara lain untuk menimbulkan pemahaman adalah melalui jalur regulasi. Kepatuhan (compliance) terhadap regulasi dapat menjadi pemicu penerapan keamanan.
Tanpa ada pemahaman dan komitmen dari atasan, biasanya tidak ada kebijakan yang terkait dengan masalah keamanan (security policy). Tanpa ada kebijakan ini akan sulit melakukan implementasi pengamanan. Siapa yang boleh mengakses data? Apa saja yang dapat dilakukan oleh pengguna tertentu? Bagaimana saya harus menerapkan access control list di router dan firewall? Dan seterusnya.
Ketika terjadi masalah (insiden), saat ini tidak jelas kemana harus melapor. Biasanya pada sistem e-government belum ada Incident Response Team (IRT) yang menangani masalah insiden yang berhubungan dengan masalah keamanan. Di kemudian hari, IRT ini harus ada.

Pengamanan

Pengamanan terhadap sistem e-government harus dilakukan secara menyeluruh dengan menyertakan aspek people, process, dan technology. Kebanyakan solusi yang ditawarkan oleh vendor hanya terbatas pada aspek teknologinya saja sehingga hasilnya tidak efektif.
Aspek people terkait dengan SDM. Harus ada pemahaman, wawasan (awareness) dari semua pihak mulai dari atasan sampai bawahan. Khususnya untuk SDM yang menangani sistem IT, selain awareness mereka juga harus memiliki ketrampilan (skill).
Termasuk di dalam pengembangan sisi prosess adalah adanya kebijakan pengamanan (security policy) yang tertulis. Selain itu kebijakan ini harus dapat dimengerti dan diterapkan. Faktor enforcement juga harus diterapkan sehingga kebijakan ini memang benar-benar diikuti.
Untuk meyakinkan tingkat keamanan yang cukup, evaluasi harus dilakukan secara berkala. Biasanya evaluasi ini menyertakan penetration testing, evaluasi dokumen kebijakan, dan eveluasi penerapan kendali pengamanan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan dengan standar atau benchmark dengan istitusi lain yang setara.

INFRASTRUKTUR INFORMASI ELEKTRONIK

BAB IV
INFRASTRUKTUR INFORMASI ELEKTRONIK



INFRASTRUKTUR INFORMASI ELEKTRONIK
Aspek utama yang perlu diperhatikan di dalam mengembangkan infrastruktur portal pemerintah adalah :
- arah pengembangan infrastruktur informasi elektronik secara keseluruhan;
- arah pengembangan jasa layanan publik secara keseluruhan;
- arah pengembangan jenis layanan publik serta mitra dalam pembangunan dan pengoperasiannya.

Komponen Infrastruktur Informasi Elektronik
Komponen utama dari suatu infrastruktur informasi elektronik yang diperlukan adalah:
- jalur fisik informasi;
- jaringan intra pemerintah yang diamankan (government secured intranet-GSI);
- Pusat Manajemen Data Pemerintah (Governmen Data Management CenteGDMC);
- aplikasi-aplikasi dasar untuk mendukung kegiatan front-office dan back-oice;
- jaringan informasi global (internet)

4.1 Jalur Fisik Informasi
Merupakan saluran komunikasi yang menghubungkan semua pengguna, baik di satu lembaga, maupun antar lembaga, dan antar daerah. Jalur fisik informasi selain merupakan penghubung antar seluruh wilayah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, juga dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan data dan informasi yang terhubung dengan jaringan informasi global (internet).
Jalur fisik ini dapat berupa jaringan yang menggunakan kabel (kawat tembaga, kabel listrik dan serat optik), frekuensi radio (fixed wireless, mobile wireless, broadband wireless) atau satelit (VSAT, narrowband mobile).
Pada umumnya, jalur fisik ini digunakan untuk menghubungkan berbagai perangkat elektronik dan komputer, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Jaringan Lokal (Local Area Network - LAN)
Merupakan jaringan komputer yang saling terhubung dalam satu gedung atau satu kompleks perkantoran yang berdekatan, yang digunakan untuk komunikasi data dalam suatu area kerja tertentu.
Peralatan minimum yang dibutuhkan untuk membangun LAN adalah server, workstation dan perangkat lunaknya, serta hub dan jalur komunikasi berupa kabel atau perangkat nirkabel.
Jaringan lokal pada umumnya digunakan untuk keperluan e-mail, mengakses basis data serta pertukaran file, data dan informasi.

- Jaringan Metropolitan (Metropolitan Area Network - MAN)
Merupakan jaringan komputer dengan cakupan area lebih luas daripada LAN. Pada umumnya MAN mencakup area satu kota yang dapat berupa gabungan dari sejumlah LAN yang terpisah. MAN terhubung dengan jalur transmisi yang dinamakan backbone.

- Jaringan Jarak Jauh (Wide Area Network - WAN)
Merupakan jaringan yang terdiri dari sejumlah MAN yang mencakup wilayah antar kota, antar propinsi, antar negara, dan bahkan antar benua untuk melakukan komunikasi data jarak jauh.
Persyaratan minimum untuk membangun WAN adalah server, workstation, hub, router dan jalur komunikasi berupa jaringan kabel atau perangkat nirkabel.
Jaringan jarak jauh ini bermanfaat untuk koordinasi, baik antar kantor Pemerintah dengan kantor Badan/Dinas, maupun antar kantor Badan/Dinas di bawah satu instansi. Aplikasi yang digunakan antara lain email, pertukaran file/data/informasi.

Melihat kondisi jalur fisik informasi yang tersedia di Indonesia pada saat ini, maka untuk mengembangkan infrastruktur portal pemerintah yang terintegrasi perlu dilakukan pendekatan sebagai berikut:
- pemanfaatan dan peningkatan kualitas infrastruktur yang sudah ada;
- pembangunan jaringan lokal di setiap instansi yang membentuk satu jaringan yang terintegrasi;
- pengembangan bertahap menuju jalur fisik informasi yang mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk membangun jaringan fisik informasi adalah sebagai berikut:
- analisis terhadap tahapan dari layanan e-government yang akan dibangun;
- menetapkan jenis jaringan informasi yang dibutuhkan;
- menetapkan jaringan informasi yang perlu dibangun;
- menetapkan spesifikasi teknis dari seluruh perangkat yang dibutuhkan, meliputi:
. penentuan koneksi internal dan eksternal yang akan dipergunakan
. pemetaan lembaga pemerintah yang terkait dengan kegiatan layanan
.penentuan kebutuhan bandwidth sesuai dengan jenis layanan.
- menyusun studi kelayakan finansial dan ekonomi untuk masing-masing jenis layanan;
- mempersiapkan rencana implementasi.

4.2 Jaringan Intra Pemerintah Yang Diamankan (Government Secured Intranet - GSI)
Komunikasi data antar lembaga pemerintah dalam banyak hal harus diamankan atau dijaga kerahasiaannya dari akses publik. Hal ini pada umumnya dilakukan dengan membangun jaringan khusus antar lembaga pemerintah yang terisolasi dari jaringan publik, biasa disebut dengan jaringan intra pemerintah yang diamankan (Government Secured Intranet)
Layanan Intranet selain memungkinkan penyebaran dan pertukaran informasi secara aman, juga memberikan kemungkinan untuk menggunakan berbagai aplikasi seperti pembangunan situs web, e-mail, pertukaran dokumen, penggunaan data bersama dan akses ke internet.
Keberadaan jaringan memungkinkan penyebaran layanan secara luas ke berbagai pihak sekaligus menjamin interoperabilitas dari berbagai aplikasi yang tersedia, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Jaringan Intra Pemerintah Yang Diamankan
Jaringan GSI dapat diisolasi dari jaringan publik baik secara fisik dengan menggunakan jaringan tersendiri atau secara virtual dengan menggunakan berbagai pengaman pada jalur internet publik (tunneling) yang dikenal dengan Virtual Private Network - VPN ( lihat Gambar 4 )
1.SWASTA DAN MASYARAKAT
2. PERANTARA
3.SALURAN AKSES: TELEPON DIGITAL TV, CALL CENTER, KOMPUTER, WARNET, SENTRA AKSES PUBLIK.
4. JARINGAN PUBLIK: EXTRANET, GATEWAY, PORTAL
5. INFORMASI PEMERINTAH PUSAT
INFORMASI PEMERINTAH DAERAH
6. JARINGAN INTRA PEMERINTAH (GSI)


4.3. Pusat Manajemen Data Pemerintah (Government Data Management Center - GDMC)
Untuk menjamin keterhubungan serta interoperabilitas dari seluruh informasi yang tersebar di berbagai lembaga, dibutuh-kan suatu unit yang bertanggungjawab untuk mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan operasional dari jaringan intra pemerintah. Kegiatan operasional tersebut antara lain untuk memfasilitasi penyimpanan/pemrosesan data dan aplikasi yang dibutuhkan dalam intranet serta menjamin fasilitas sistem keamanan yang berlapis. Unit ini disebut sebagai Pusat Manajemen Data Pemerintah (Government Data Managemen Center - GDMC).

GDMC berfungsi sebagai fasilitator dan enabler, yang dapat dipergunakan oleh semua lembaga pemerintah. Untuk menjalankan fungsi tersebut, GDMC bertugas untuk:
􀂃 mengelola kelancaran layanan dan infrastruktur jaringan informasi e-government;
􀂃 mengelola penyimpanan dan kelancaran lalulintas data pemerintah;
􀂃 mengatur akses informasi sesuai dengan kewenangan masing-masing lembaga.

2.4. Aplikasi Dasar untuk Mendukung Layanan FrontEnd dan Back Office
Untuk menjamin interoperabilitas dan kemudahan dalam pertukaran data, perlu disediakan aplikasi-aplikasi dasar yang dapat digunakan secara bersama-sama dan dipelihara kesinambungannya. Mengingat aplikasi dasar tersebut digunakan oleh berbagai lembaga pemerintah maka perlu ditempatkan di GDMC.
Contoh aplikasi dasar tersebut antara lain:
program basis data (database), mesin pencari informasi(search engine ), sistem e-billing, sistem e-procurement dan aplikasi lainnya yang mendukung kegiatan back office seperti aplikasi untuk administrasi kepegawaian, keuangan, monitoring proyek dan lain-lain.

4.5 Internet
Jaringan komputer global (Internet) adalah kumpulan jaringan komputer yang saling terhubung dan menganut konsep terbuka, sehingga informasi yang ada di dalamnya dapat diakses secara luas. Internet menggunakan protokol komunikasi Transfer Control Protocol/Inerne Proocol (TCP/IP).
Ketersediaan internet dapat dimanfaatkan sebagai media bagi masyarakat untuk mengakses informasi publik melalui Warung Internet (Warnet) ataupun Internet Service Povider (ISP). Selain itu internet dapat dimanfaatkan pula oleh lembaga pemerintah untuk mencari informasi global secara on-line dan menyebarluaskan informasi ke masyarakat dan manca negara.
BAB III
KERANGKA ARSITEKTUR e-Gov



Infrastruktur portal pemerintah merupakan gabungan perangkat keras dan lunak yang membentuk fasilitas dasar (platform) untuk kegiatan layanan publik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah.
Sangat disadari bahwa jaringan komunikasi masih merupakan kendala yang dihadapi oleh lembaga pemerintah dan masyarakat, yang disebabkan antara lain:
a. keberadaan jaringan cenderung berada di kota-kota besar;
b. lembaga pemerintah belum sepenuhnya memanfaatkan infrastruktur jaringan komunikasi untuk mendukung kegiatan layanan publik;
c. lembaga pemerintah cenderung mengembangkan dan mengoperasikan sistem informasi dan jaringan komunikasinya masing-masing, sehingga secara nasional menjadi tidak efisien dan tidak efektif.
Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan upaya bersama guna membangun jaringan komunikasi bagi penerapan e-government yang terintegrasi, aman dan dapat dipercaya. Di samping itu, untuk menjamin keterpaduan dan interoperabilitas dari sistem elektronik yang digunakan, maka setiap lembaga pemerintah dalam mengembangkan portal pemerintah agar mengacu kepada kerangka arsitektur e-government.

Kerangka Arsitektur E-Government
Kerangka arsitektur e-government terdiri dari empat lapis struktur yang ditunjang oleh empat pilar, yakni:
- penataan sistem manajemen dan proses kerja (manajemen perubahan);
- pemahaman tentang kebutuhan publik (kebutuhan masyarakat);
- penguatan kerangka kebijakan;
- pemapanan peraturan dan perundang-undangan (kerangka peraturan).

Kerangka arsitektur e-government secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. Kerangka Arsitektur e-Government Empat lapis struktur dari kerangka arsitektur e-government adalah:

a. Akses
Merupakan ujung dari saluran komunikasi, jaringan internet atau media komunikasi lainnya yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengakses portal layanan publik.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengakses informasi, mulai dari teknologi yang paling sederhana (loket, telepon, pos) sampai yang paling mutakhir (faksimili, komputer, telepon seluler, televisi interaktif).
Pemilihan cara akses di setiap daerah/lokasi dapat berbeda, tergantung pada kondisi infrastruktur jaringan komunikasi dan kesiapan pemerintah serta masyarakat pengguna.
Sejalan dengan kesiapan pemerintah, diharapkan setiap lembaga pemerintah menyediakan layanan publik yang dapat dengan mudah diakses melalui situs web.

b. Portal Pelayanan Publik
Merupakan situs web penyedia layanan publik yang disajikan oleh suatu lembaga pemerintah atau merupakan integrasi layanan dari sejumlah lembaga terkait.
Lembaga penyelenggara layanan publik secara elektronik harus bertanggung jawab atas akurasi dan pemutakhiran informasi yang diberikan. Layanan melalui portal pemerintah harus dapat diakses 24 jam, 7 hari dalam 1 minggu, tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat.

c. Organisasi Pengelolaan dan Pengolahan Informasi
Merupakan penyelenggara, pengelola, penyedia dan pengolah transaksi informasi elektronik yang dikenal dengan istilah back-office, yang harus dibentuk di setiap lembaga pemerintah.

d. Infrastruktur dan Aplikasi Dasar
Merupakan prasarana berbentuk perangkat keras dan lunak untuk mendukung pengelolaan, pengolahan dan penyaluran informasi elektronik.
Infrastruktur ini digunakan sebagai sarana untuk meletakkan portal-portal informasi dan layanan publik secara on-line. Infrastruktur ini sekaligus digunakan sebagai penghubung antar lembaga pemerintah, dan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk berbagi sumberdaya (resource sharing).


Kerangka arsitektur e-government terdiri dari empat lapis struktur, yakni :
1)    Akses. Jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media komunikasi lainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengakses situs pelayanan publik.
2)    Portal Pelayanan Publik. Situs web Pemerintah pada internet penyedia layanan publik tertentu yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaan informasi dan dokumen elektronik di sejumlah instansi yang terkait.
3)    Organisasi Pengelolaan dan Pengolahan Informasi. Organisasi pendukung (back office) yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi informasi dan dokumen elektronik.
4)    Infrastruktur dan Aplikasi Dasar. Semua prasarana, baik berbentuk perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan, pengolahan, transaksi, dan penyaluran informasi (antar back office, antar portal pelayanan publik dengan back office), maupun antar portal pelayanan publik dengan jaringan internet secara handal, aman, dan terpercaya.


Pelaksanaan kebijakan dan strategi pengembangan e-government ?
Agar pelaksanaan kebijakan pengembangan e-government dapat dilaksanakan secara sistematik dan terpadu, maka penyusunan kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, standarisasi, dan panduan yang diperlukan harus konsisten dan saling mendukung. Perumusan yang akan dibuat perlu mengacu pada kerangka yang utuh, serta diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pembentukan pelayanan publik, dan penguatan jaringan pengelolaan dan pengolahan informasi yang handal dan tepercaya.

Seperti yang digambarkan dibawah ini, kerangka tersebut mengkaitkan semua kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, standarisasi dan panduan, sehingga terbentuk landasan untuk mendorong pembentukan kepemerintahan yang baik.












































Kebijakan anggaran pengembangan e-government ?
Pengembangan e-government disatu sisi memiliki kegiatan yang luas dan memerlukan investasi dan pembiayaan yang besar, disisi lain, ketersediaan anggaran pemerintah sangat terbatas dan masih digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang harus segera diselesaikan. Oleh sebab itu, pengalokasian anggaran untuk pengembangan e-government harus dilakukan secara hati-hati dan bertangungjawab agar anggaran yang terbatas tersebut dapat dimanfaatkan secara efisien, dan dapat menghasilkan daya ungkit yang kuat bagi pembentukan pamong yang baik. Diperlukan suatu siklus perencanaan, pengalokasian, pemanfaatan, dan pengevaluasian anggaran pengembangan e-government yang baik, sehingga pelaksanaan strategi untuk pencapaian tujuan strategis e-government dapat berjalan secara efektif. Untuk menghindarkan pemborosan anggaran yang merupakan uang pembayar pajak, maka perlu dikembangkan kerangka perencanaan dan pengalokasian anggaran seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
 





BAB III
LANDASAN KEBIJAKAN MANAJEMEN ASET/BARANG MILIK DAERAH


A.   Sejarah Pengelolaan Barang Daerah
Kalu kita lihat kembali kebelakang kepada tahun-tahun sebelumnya yang kita alami sekarang tentang pengelolaan barang dalam negara kita RI ini, kita kenal hanya sebagai barang milik negara yang dikelola oleh masing-masing departemen. Kemudian terjadilah perubahan-perubahan dalam pengurusan barang inventaris ini sesuai dengan tuntutan pelaksanaan perkembangan administrasi negara, maka keluarlah aturan/pedoman sebagai berikut:
1.    INPRES 3 Tahun 1971, di ikuti dengan dikeluarkannya surat keputusan menteri keuangan No. 225/MK/V/471 tentang pedoman pelaksanaan tertib administrasi kekayaan negara dan barang daerah otonom terpisah dari/tidak termasuk kekayaan negara.
2.    Undang-undang N0. 5 Tahun 1974, tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, diikuti dengan diterbitkannya peraturan menteri dalam negeri sebagai berikut:
a.    No. 4 Tahun 1979, tentang pelaksanaan pengelolaan barang pemerintah daerah; jo. Keputusan menteri dalam negeri No. 020-595 Tahun 1980, tentang manual administrasi barang daerah.
b.    No. 7 Tahun 1997, tentang pedoman pelaksanaan barang pemerintah daerah, jo. Keputusan menteri dalam negeri No. 32 Tahun 1980 tentang manual administrasi barang daerah.
3.    Undang-undang No. 22 Tahun 1999, tentang pemerintah daerah, yang diikuti oleh diterbitkannya Keputusan menteri dalam negeri sebagai berikut:
a.    No. 11 Tahun 2001, tentang pedoman pengelolaan barang daerah.
b.    No. 152 Tahun 2004; tentang pedoman pengelolaan barang daerah
4.    Undang-undang No. 32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah

B.    Landasan Kebijakan Pengelolaan Barang Daerah
Sebagai pegangan atau landasan pekerjaan dalam pengelolaan barang daerah ini dapat dipedomani kebijakan pemerintah dalam mengatur pengelolaan barang daerah berdasarkan undang-undang, PP dan surat keputusan menteri yang terkait. Untuk diikuti sebagai landasan dasar pengelolaan barang daerah ini dicoba menampilkan kebijakan tersebut sebagai berikut:
1.    Undang-undang (UU;)
a.    UU No 72 tahun 1957 tentang penjualan tumah negeri kepada pegawai negeri (pasal 1, 3,dan 5)
b.    UU No 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria. Mengatur tentang hak-hak atas tanah dan mengatur tentang pendaftaran tanah (pasal 16)
c.    UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan daerah
1)   Mnegenai kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (termasuk barang). Pasal 6 ayat 2 huruf e
2)   Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah pasal 10 ayat 1 huruf b
3)   Tugas dari kepala satker mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggungjawab satker yang dibimbingnya. Pasal 10 ayat 3 huruf f.
d.    UU No 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara
1)   Presiden menyerahkan kewenangan kepd gubernur/ bupti/ walikota dalam pengelolaan keuangan/barang daerah.
2)   Gubernur/bupti/wlikota selaku kepala pemerintahan daerah menetapkan pejabat yg bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah. Pasal 5 ayat
3)   Kepala satker perangkat daerah dlm melaksanakan tgsnya selaku pengguna anggaran/pengguna barang satker perangkat daerah yg dipimpinnya berwenang menggunakan barang milik daerah. Pasal 6 ayat 1, ayat 2 huruf f.
4)   Barang milik negara/ daerah yg diperlukan bagi penyelenggaraan tugs pemerintah negara/daerah tdk dapat dipindah tangankan
5)   Pemindah tanganan barang milik daerah/negara dilakukan dgn cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau sitertakan sebgi modal pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR/DPRD.Pasal 45 ayat 1 dan 2
6)   Mengenai persetujuan DPRD ini. Pasal 46 dan 47
7)   Khususnya mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah. pasal 47 s/d 49
e.    UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Dalam paragraf ke-6 pasal 178 ayat 1, 2, 3, dan 4 mengenai pengelolaan barang daerah.
1)   Barang milik daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tdk dpt dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan, atau digadaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2)   Barang milik daerah dapat dihapuskan dari daftar inventaris barang daerah utk dijual, dihibahkan, dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3)   Pelaksanaan pengadaan barang dilakukan sesuai dgn kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi dgn mengutamakan produk dalm negeri sesuai dgn peraturan perundang-undangan
4)   Pelksanaan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah, mutu barang, usia pakai, dan nilai ekonomis yg dilakuakn secara transparan sesuai dgn peraturan perundang-undangan
f.     UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah  pusat dan pemerintah daerah. Dalam pasal 55 ayat:
1)   Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidk blh dijadikan jaminan pinjaman daerah
2)   Proyek yg dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi daerah.

2.    Peraturan Pemerintah (PP);
a.    PP No. 40 tahun 1994 tentang rumah negara. Mengatur tentang pengalihan hak rumah negara golongan III yang telah berusia 10 tahun
b.    PP No. 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah mengenai hal sebagai berikut:
1)   Kepala daerah mengatur pengelolaan barang daerah
2)   Pencatatan barang daerah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah daerah
3)   Sekretaris daerah, sekretaris dewan perwakilan rakyat daerah dan kepala dinas/lembaga teknis adalah pengguna dan pengelola barang bagi sektetariat daerah/sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah/dinas daerah/lembaga teknis daerah yang dipimpinnya.
c.    PP No 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah

3.    Keputusan Presiden RI (Keppres);
a.    Keppres no 40 tahun 1974 tentang cara penjualan rumah negeri
b.    Keppres no 5 tahun 1983 tentang penghapusan penyediaan kendaraan perorangan dinas
c.    Keppres no 80 tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang/jasa pemerintah, beserta perubahannya dengan peraturan presiden republik indonesia:
1)   No. 16 Tahun 2004; perubahan pertama
2)   No. 32 tahun 2005; perubahan ke-2
3)   No.70 tahun 2005; perubahan ke-3
4)   No. 8 tahun 2006; perubahan ke-4
5)   No. 79 tahun 2006; perubahan ke-5
6)   No. 85 tahun 2006; perubahan ke-6

4.    Keputusan menteri dalam negeri
a.    Kepmendagri No. 42 Tahun 2001: tentang pedoman penyerahan barang dan hutang piutang pada daerah yang baru dibentuk. Pasal  3 ayat:
1.    Barang daerah atau hutang piutang yang akan dialihkan kepada daerah yang baru dibentuk, terlebih dahulu dilaksanakan inventarisasi bersama, baik terlebih dahulu dilaksanakan
2.    Barang daerah tersebut meliputi:
a)    Tanah, bangunan dan barang tidak bergerak lainnya
b)   Alat angkutan bermotor dan alat besar
c)    Barang bergerak lainnya termasuk perlengkapan kantor, arsip, dokumentasi dan perpustakaan.
b.    Kepmendagri No. 40 Tahun 2001: tentang sistem informasi manajemen barang daerah
c.    Kepmendagri No. 7 Tahun 2002; tentang nomor kode lokasi dan nomor kode barang daerah provinsi/kab/kota
d.    Kepmendagri no. 12 Tahun 2003: tentang pedoman penilaian barang daerah
e.    Kepmendagri no. 135 tahun 2004; tentang pedoman pengelolaan barang daerah yang dipisahkan
f.     Permendagri no. 7 tahun 2006; tentang standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah
g.    Permendagri no. 13 tahun 2006; tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah
h.    Permendagri no. 17 tahun 2007; tentang pedoman kerja teknis pengelolaan barang milik daerah
5.    Surat keputusan menterikeuangan; SE-187/MK-2/2003 tentang penjualan kendaraan dinas
6.    Surat edaran direktorat jenderal anggaran: No. SE-144/A/2002, tentang teknis tata cara pelaksanaan penghapusan barang inventaris milik negara.