Minggu, 12 Februari 2012

Catatan Kebijakan Fiskal 2


Arah Kebijakan Fiskal Secara Teori
Ketika lahir (1930-an), kebijakan fiskal diarahkan untuk menstabilkan ekonomi makro, dalam perkembangan terakhir, kebijakan fiskal lebih fokus pada cara untuk mengurangi defisit anggaran (Hall & Taylor, Macro Economics, Ed 4, 1992, Hal 122) pokok kebijakan fiscal adalah:
Prioritas I : mengatasi defisit (dan masalah APBN lainnya),
Prioritas II: mengatasi masalah stabilitas ekonomi makro
·         Kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah tercermin dalam APBN, merupakan pengelolaan terhadap pengeluaran negara dan penerimaan negara guna mencapai pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, stabilitas harga, dan stabilitas posisi eksternal.
·         APBN dikatakan sehat dan kuat apabila tidak sarat dengan beban fiscal non-discretionary, sehingga akan memberikan ruang gerak yang luas bagi kebijakan pemerintah.
·         Sebelum tahun 2000, APBN menerapkan anggaran berimbang dan menerapkan prinsip T-Account.
·         Namun sesungguhnya APBN sebelum tahun 2000 menganut prinsip anggaran defisit mengingat bahwa komponen pembiayaan yang berasal dari pinjaman luarnegeri dan/atau adanya perolehan hasil divestasi saham pemerintah pada sejumlah BUMN diperhitungkan sebagai penerimaan negara.
·         Tahun anggaran 2000, APBN telah menerapkan Government Finance Statistics (GFS) รจ standar internasional pelaporan keuangan pemerintah.
·         Pembiayaan anggaran (below the line) secara eksplisit mulai diperlihatkan pada APBN tahun 2000.
·         Fungsi komponen pembiayaan anggaran adalah untuk membiayai defisit atau menampung surplus APBN.
·         Pembiayaan defisit adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit belanja negara yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri bersih.
·         Berperan sebagai alat untuk memperkirakan dampak operasi keuangan pemerintah terhadap perekonomian.
·         Perubahan di dalam kewajiban pemerintah, baik yang berkaitan dengan pembayaran kembali segala kewajiban pemerintah (repayment) di masa yang akan datang.
·         Perubahan likuiditas yang dimiliki pemerintah (liquidity holding).

1.   Sekilas Mengenai Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N)
2.   Komponen APBN yang terkait dengan Kebijakan Fiskal
Dari seluruh komponen APBN, hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal.
Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Komponennya adalah sebagai berikut:
1)     PAJAK. Pajak di sini lebih kepada pajak sebagai  sumber pendapatan atau penerimaan APBN. Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu sebagai berikut:
§   Penerimaan pajak meliputi:  Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan sumber penerimaan utama dari APBN.
§   Sedangkan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi: penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaan anggaran, jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya. Sehingga penerimaan negara bukan pajak kurang berpengauh terhadap kebijakan fiskal. Berbeda dengan sistem penganggaran sebelum tahun anggaran 2000, pada sistem penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan.

2)     Pengeluaran Atau Belanja Pemerintah. Pengeluaran atau Belanja pemerintah secara umum meliputi:
1.     Belanja Pegawai: gaji dan tunjangan, honorium dan vakasi, dan kontribusi sosial
2.     Belanja Barang: belanja barang, belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan, BLU, dan PNBP
3.     Belanja Modal
4.     Pembayaran Utang Bunga: uatang dalam negeri dan utang luar negeri
5.     Subsidi: energi dan non energi
6.     Belanja Hibah
7.     Bantuan Sosial: penanggulangan bencana dan bantuan yang diberikan oleh K/L
8.     Belanja lain-lain: policy Measures dan Belanja Lainnya

3.   Analisis APBN Tahun 2007-2010 (Realisasi)
Kami menganalisis Realisasi APBN 2007-2010 hasilnya APBN kita Negara RI mengalami defisit dan diperkirakan sampai dengan tahun 2012 terus mengalami defisit anggaran. Dampak Kebijakan Anggaran Defisit: Kebijakan Anggaran defisit disebut juga dengan kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan ini dibuat dengan cara menaikkan jumlah pengeluaran negara yang melebihi jumlah pendapatan negara, dengan kata lain kebijakan ini dibuat dengan cara menurunkan jumlah pendapatan (penerimaan pajak) menjadi lebih kecil daripada belanja negara (Syahrir Ika, 2010:5). Dari keputusan kebijakan anggaran defisit, memiliki dua dampak yang saling berlawanan, yaitu:

1.    Dampak Positif: Kebijakan anggaran defisit dapat meningkatkan daya beli masyarakat karena semakin banyaknya uang yang beredar pada masyarakat, khususnya pegawai pemerintah. Kebijakan ini umumnya dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi. Dengan kebijakan anggaran defisit pemerintah dapat memberi stimulus pada perekonomian dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan investasi pemerintah di bidang investasi publik (jalan raya, jembatan, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya). Dengan kata lain, jika fasilitas umum sangat memadai maka kegiatan ekonomi akan semakin cepat dan mudah sehingga memacu terjadinya pertumbuhan ekonomi.

2.    Dampak Negatif: Bila terjadi defisit anggaran yang sangat besar dan tidak segera diatasi pemerintah, maka akan terjadi gangguan serius pada kondisi keuangan pemerintah, bahkan bukan tidak mungkin pemerintah bisa mengalami gagal bayar (default) atas surat-surat utang yang diterbitkannya. Pengalaman di banyak negara, untuk memulihkan ekonomi dari risiko default dengan menarik utang baru dengan konsekuensi nominal utang bertambah banyak, beban APBN meningkat dan kelangsungan fiskal (fiscal sustainability) terganggu.

Menurut teori kebijakan fiskal, kebijakan anggaran defisit sehat adalah dimana defisit anggaran dibatasi dengan plafondnya, yaitu maksimum -3% terhadap PDB, agar membatasi pemerintah untuk tidak membuat defisit melebihi -3% terhadap PDB. Begitu pula dengan rasio utang, dibatasi maksimum 60% terhadap PDB. Dengan begitu, pemerintah Indonesia terlindungi dari risiko default (gagal bayar) atas surat utang pemerintah sebagaimana yang dialami pemerintah Yunani saat ini (Syahrir Ika, 2010:7).

Keterkaitan kebijakan moneter dengan kebijakan makro lainnya
Yang perlu diketahui, bahwa dalam perekonomian sebuah negara, kebijakan moneter merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kebijakankebijakan makro pemerintah lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan ekonomi luar negeri, maupun kebijakan sektor riil lainnya. Dengan demikian apapun pilihan kebijakan moneter yang ditempuh haruslah memiliki keterkaitan dan mendukung sasaran dan tujuan dari kebijakan ekonomi makro lainnya, sehingga secara bersama dapat memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Sebagai contoh, kebijakan moneter yang ekspansif memang akan mendorong pertumbuhan ekonomi di satu sisi, namun di sisi lainnya, kebijakan ini akan menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi), sehingga akan memberatkan neraca pembayaran luar negeri karena produk dalam negeri akan kehilangan daya saingnya di pasar luar negeri, yang berakibat menurunnya penerimaan devisa negara. Oleh karena itu perlu diimbangi kebijakan sektor luar negeri kondusif yang dapat mengatasi hal tersebut, seperti misalnya dengan memberi kemudahan ekspor dan intensi ekspor lainnya.
Begitu pula dengan kebijakan moneter ketat yang ditempuh untuk tujuan menurunkan tingkat inflasi, akan memberi dampak negatif pada sektor riil dalam meningkatkan produksinya. Dalam kasus ini, diperlukan dukungan kebijakan ekonomi makro lainnya agar produksi tetap dapat ditingkatkan. Kebijakan ekonomi makro lain yang perlu dilakukan diantaranya dengan memberikan insentif atau keringanan pajak bagi produsen, atau dengan insentif-insentif lainnya seperti penetapan harga khusus untuk bahan bakar industri dan kebijakan kemudahan perijinan usaha misalnya.
Dengan dukungan berbagai kebijakan makro lainnya tersebut, kebijakan moneter yang dijalankan pemerintah akan dapat mencapai sasaran dan dapat diminimalkan dampak negatifnya. Oleh karena itu diperlukan sebuah ramuan dari berbagai kebijakan moneter dan kebijakan makro lainnya, sedemikian rupa, agar berbagai kebijakan tersebut tidak saling bertentangan dan justru saling melengkapi dan mendukung keberhasilannya, dalam arti jangan sampai yang terjadi adalah :
1.    Harga-harga semakin naik
2.    Daya saing produk dalam negeri semkain menurun
3.    Devisa negara semakin berkurang

Hubungan Antara Kebijakan Fiskal Dan Moneter
            Sebagaiman kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga, dan pasar uang dan surat berharga itu akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada giliranya permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa. Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya akan memiliki umpan balik yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap permintaan agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar