Kamis, 01 Maret 2012

PROPERTI, PABRIK DAN PERALATAN (PENYUSUSTAN ATAU DEPRESIASI)

PROPERTI, PABRIK DAN PERALATAN
(PENYUSUSTAN ATAU DEPRESIASI)



                                                                                 
Ü Definisi :
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi”. Aktiva yang dapat disusutkan adalah:
(a)  Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi.
(b) Memililiki suatu manfaat yang terbatas.
(c)  Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi”. (PSAK: No. 17 paragraf 02).

Ü Metode Pencatatan Penyusutan
Metode yang sering digunakan untuk mencatat depresiasi adalah metode cadangan (Allownce Method). Dalam metode ini penyusutan dikumpulkan dalam rekening “Akumulasi Penyusutan”, serta disajikan dalam neraca sebagai pengurang rekening aktiva tetap.

Jurnal :
Depreciation Expense                                     xx
Acumulated Depreciation                       xx

Ü Penentuan Besarnya Penyusutan
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan:
1.    Harga perolehan (Cost) aktiva tetap.
2.    Nilai sisa/atau Nilai Residu (Residual/Salvage Value)
3.    Masa manfaat.
Adalah estimasi waktu di mana aktiva tetap dapat dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Masa manfaat dari suatu aktiva yang dapat disusutkan harus diestimasi setelah mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
(a)  Taksiran aus dan kerusakan fisik (Physical wear and tear)
(b) Keusangan.
(c)  Pembatasan hukum

Ü Metode Penyusutan
Metode penyusustan yang dapat digunakan menurut PSAK No. 17 paragraf 09 dikelompokan menurut kriteria berikut:
(a)  Berdasarkan waktu :
(i)   Metode garis lurus (Straight Line Method)
(ii)  Metode pembebanan yang menurun :
n  Metode jumlah angka tahun (Sum of the Year Digit Method)
n  Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (Declining/Double Declining Balance Method)
(b) Berdasarkan penggunaan :
(i)   Metode jam jasa (Service Hour Method)
(ii)  Metode jumlah unit  produksi (Productive Output Method)

(c)  Berdasarkan kriteria lainnya :
(i)   Metode berdasarkan jenis dan kelompok (Group and Composit Method).
(ii)  Metode anuitas (Annuity Method).
(iii)Sistem persediaan (Inventory System).

Istilah :
C        =       Harga perolehan (cost) aktiva tetap.
S        =       Taksiran nilai sisa.
D       =       Beban penyusutan (depresiasi) periodik.
n        =       Taksiran umur ekonomis.
r        =       Tarif penyusutan.
Contoh:
Pada tahun 2001 PT MM membeli mesin dengan harga perolehan sebesar Rp 1.000.000,-  yang diperkirakan dapat digunakan selama 3 tahun atau 60.000.000 jam. Mesin itu juga ditaksir dapat menghasilkan 900.000 unit produk. Nilai sisa ditaksir Rp 100.000,-

·        Berdasarkan Waktu.
  Metode Garis Lurus (Stright Line Method).
Beban penyusutan dari periode ke periode jumlahnya sama. Metode ini cocok untuk penyusutan gedung, meubel, dan alat-alat kantor.

Rumus :      

Tabel Penyusutan
Akhir Tahun
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
So. Akum. Penyusutan
Nilai Buku

-
-
1.000.000,-
1

300.000,-

300.000,-

   700.000,-
2

300.000,-

600.000,-
   400.000,-
3
300.000,-
900.000,-
    100.000,-
                                                         
Jurnal.
Depreciation Expense                           Rp 300.000,-
                   Acumulated Depreciation                                Rp 300.000,-

  Metode Pembebanan yang Menurun.
Metode yang menghasilkan beban penyusutan yang semakin menurun (metode depresiasi yang dipercepat).

§  Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of The Year Digit Methode)
Beban penyusutan makin lama makin menurun yang dihitung dengan mengalikan bagian pengurang (reducing fraction) dengan jumlah yang disusutkan (harga perolehan dikurangi nilai sisa).
Contoh: (Dari data di atas)

Rumus :
Bagian pengurang :
Tahun
Bobot
Bagian Pengurang
1
3
3/6
2
2
2/6
3
1
1/6

Tabel Penyusutan
Akhir
Tahun
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
So. Akum.
Penyusutan
Nilai Buku

-
-
1.000.000
1
3/6 x 900.000 = Rp 450.000
450.000
550.000
2
2/6 x 900.000 = Rp 300.000
750.000
250.000
3
1/6 x 900.000 = Rp 150.000
900.000
100.000

Jurnal.
Depreciation Expense                           Rp 450.000,-
                   Acumulated Depreciation                                Rp 450.000,-

§  Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method).
1.    Dlam metode ini beban penyusutan makin lama makin menurun.
2.    Aktiva tersebut harus mempunyai nilai residu.
3.    Tarif depresiasi dapat dihitung dengan rumus:

Contoh : (Dari data di atas).

Rumus :          
Tabel Penyusutan
Akhir
Tahun
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
So. Akum.
Penyusutan
NilaiBuku



1.000.000,00
1
53,6% x 1.000.000,00 =  356.000,00
356.000,00
464.000,00
2
53,6% x    464.000,00 =  248.704,00
784.704,00
215.296,00
3
53,6% x    215.296,00 =  115.398,70
900.102,70
99.897,30

Jurnal.
Depreciation Expense                           Rp 356.000,-
                   Acumulated Depreciation                                Rp 356.000,-
§  Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Balance Method).
1.    Beban penyusutan makin lama makin menurun.
2.    Besarnya penyusutan dihitung berdasarkan dua kali tarif metode garis lurus dikalikan dengan nilai buku aktiva.

Contoh : (Dari data di atas).

Tarif metode garis lurus 

Tarif metode saldo menurun berganda = 2 x 33,3% = 67 %

Tabel Penyusutan
Akhir
Tahun
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
So. Akum.
Penyusutan
Nilai Buku



1.000.000
1
67% x 1.000.000  = 670.000
670.000
330.000
2
67% x    330.000  = 221.100
891.100
108.900
3
67% x   108.900   =   72.963
964.063
35.937

Jurnal.
Depreciation Expense                           Rp 670.000,-
                   Acumulated Depreciation                                Rp 670.000,-

·        Berdasarkan Penggunaan.
  Metode Jam Jasa (Service Hours Method).
Besarnya penyusutan tergantung pada besar kecilnya jam jasa yang dihasilkan oleh aktiva.
Contoh : (Dari data di atas).
Misalnya jam jasa yang dihasilkan selama masa manfaat: 30.000.000 jam, 20.000.000 jam, 10.000.000 jam.

Rumus:          

Tabel Penyusutan
Akhir
Tahun
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
So. Akum.
Penyusutan
Nilai
Buku



1.000.000
1
 30.000.000 x 0,015 = 450.000
450.000
550.000
2
 20.000.000 x 0,015 = 300.000
750.000
250.000
3
 10.000.000 x 0,015 = 150.000
900.000
100.000

Jurnal.
Depreciation Expense                           Rp 450.000,-
                   Acumulated Depreciation                                Rp 450.000,-

  Metode Jumlah Unit Produksi (Productive Output Method)
Besarnya penyusutan tergantung pada jumlah hasil produksi yang dihasilkan.

Contoh : (Dari data di atas).
Misalkan produk yang dihasilkan selama masa manfaat adalah : 300.000 unit, 250.000 unit, 50.000unit.

Rumus:  





Tabel Penyusutan
Akhi
Tahun
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
So. Akum.
Penyusutan
Nilai Buku



1.000.000
1

300.000 x 1,5 = 450.000

450.000
550.000
2
250.000 x 1,5 = 375.000
825.000
175.000
3
  50.000 x 1,5 =   75.000
900.000
100.000

Jurnal.

Depreciation Expense                           Rp 450.000,-

                   Acumulated Depreciation                                Rp 450.000,-


·        Berdasarkan Kriteria Lainnya.

  Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok (Group & Compposite Metbod)

Digunakan untuk penyusutan aktiva yang jenisnya banyak dengan harga perolehan dan umur yang sama atau hampir sama.

§  Metode Group (Group Method)
Metode ini merupakan penyusutan dengan metode garis lurus yang diterapkan atas kelompok aktiva yang dibeli dalam waktu yang sama, merupakan satuan-satuan kecil dan diharapkan mempunyai umur yang sama.

Contoh :
PT ABC membeli 100 alat-alat kecil yang ditaksir mempunyai umur ekonomis rata-rat 5 tahun. Akhir tahun ke 4, 30 buah alat-alat dihentikan dan akhir tahun ke 5, 40 buah dihentikan  serta sisanya akan dihentikan pada akhir tahun ke 6. Harga perolehan alat-alat tersebut Rp 100.000,-

Rumus :   
Tabel Penyusutan (dalam ribuan rupiah)
Aktiva
Penyusutan (K)
Aktiva
Akumulasi
Penyusutan
Nilai
Buku
D
K
SO
D
K
SO

-
-
100
-
100
-
-
-
100
1
20
-
-
100
-
20
20
80
2
20
-
-
100
-
20
40
60
3
20
-
-
100
-
20
60
40
4
20
-
30
70
30
20
50
20
5
14
-
40
30
40
14
24
6
6
6
-
30
-
30
6
-
-

100
100
100
-
100
100
-
-

Jurnal.
Akhir tahun ke 4 .
Depreciation Expense                           Rp 30.000,-
                   Acumulated Depreciation                       Rp 30.000,-
Akhir tahun ke 5
Depreciation Expense                           Rp 40.000,-
                   Acumulated Depreciation                       Rp 40.000,-

Akhir tahun ke 6 mislnya alat-alat yang dihentikan dijual dengn harga Rp 10.000,- maka jurnalnya
Cash                                                   Rp 10.000,-
Acumulated Depreciation             Rp 20.000,-
Fixed Assets                                        Rp 30.000,-

n  Metode Composite (Compposite Metbod)
Digunakan untuk menyusutkan aktiva yang dimiliki kecil-kecil dan tidak memiliki umur manfaat yang sama.
Tarif penyusutan dibebankan berdasarkan tarif rata-rata.

Rumus :
              Tarif penyusutan rata-rata =

Umur rata-rata        =

Tabel Penyusutan (dalam ribuan rupiah)
Aktiva
Cost
Nilai
Sisa
Cost  yang
Disusutkan
Taksiran
Umur
Depresiasi
A
200
12
118
4
47
B
600
30
570
6
95
C
1.200
120
1080
10
108

2.000
160
1838
20
250
                                               
250
Tarif gabungan atau rata-rata                            x  100% = 12,5%
                                                2.000
Umur gabungan atau rata-rata = 1.838 : 250 = 7,35 tahun
Jika tarif gabungan 12,5% dikalikan dengan total harga perolehan akan diperoleh beban depresiasi periodik sama dengan Rp 250,- yang akan diakumulasi selama 7,35 tahun.
Dalam metode ini jika ada  penghentian aktiva maka rekening aktiva dan akumulasi depresiasi akan dihapuskan sebesar nilai buku aktiva yang dihentikan. Sehingga dalam hal ini tidak akan diakui adanya rugi atau laba.

DEPRESIASI – COST AWAL PERIODE – COST AKHIR PERIODE
 





< Metode Anuitas
Dalam metode ini besarnya depresiasi dari periode ke periode akan meningkat. Dalam situasi inflasi, depresiasi yang meningkat ini tidak mempunyai makna ekonomis. Sehingga metode ini tidak populer.




< Metode Persediaan.
Merode ini digunakan untuk menentukan depresiasi aktiva–aktiva kecil (hads tool). Dalam penerapannya, metode ini tidak memperhatikkan adanya alat-alat rusak, cacat atau hilang. Cara penentuan depresiasi dihitung dengan rumus :

Adapun pencatatannya dilakukan dengan menutup langsung pada rekening aktiva tetap yang bersangkutan.

Contoh.
Pada tanggal 2 Januari 1998 Rajawali Motor membeli seperangkat kunci sebesar Rp 1.000.000,-. Pada akhir tahun 1998 diketahui nilai seperangkat kunci tersebut tinggal Rp 850.000,-. Berdasarkan metode  ini, besarnya depresiasi adalah Rp 1.000.000,- - Rp 850.000,- = Rp 150.000,-

Jurnal.
Depresiasi                        Rp 150.000,-
Peralatran kunci                                   Rp 150.000,-


PENYUSUTAN PERIODE  PARTIAL

Dalam pembahasan sebelumnya dianggap bahwa aktiva diperoleh pada awal atau akhir tahun sehingga tidak banyak menimbulkan masalah dalam perhitungan depresiasinya. Tetapi dalam praktek mungkin saja aktiva dibeli tidak tepat pada awal atau akhir tahun. Oleh karena itu akan timbul masalah jika metode depresiasi yang berdasarkan faktor waktu dipergunakan. Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa alternatif yaitu :
1.    Depresiasi dicatat pada bulan yang terdekat.
Aktiva yang dibeli sebelum tanggal 15 disusutkan 1 bulan sedangkan jika dibeli setelah tanggal 15 tidak disusutkan. Aktiva yang dijual sebelum tanggal 15 tidak disusutkan sedangkan jika dijual setelah tanggal 15 disusutkan 1 bulan.
2.    Depresiasi dicatat pada tahun yang terdekat.
Aktiva yang dibeli 6 bulan  pertama disusutkan 1 tahun sedangkan jika aktiva dibeli 6 bulan terakhir maka tidak disusutkan. Aktiva yang dijual 6 bulan pertama tidak disusutkan sedangkan jika dijual 6 bulan terakhir harus disusutkan 1 tahun.
3.    Tidak ada  penyusutan untuk aktiva yang diperoleh dalam tahun yang bersangkutan tapi untuk aktiva yang dijual penysusutan dilakukan setahun penuh.
4.    Penyusutan dilakukan setahun penuh untuk aktiva yang diperoleh tidak pada awal atau akhir tahun.
5.    Penyusutan dilakukan setahun penuh untuk aktiva yang diperoleh pada tahun itu tetapi tidak ada peyusutan untuk aktiva yang dijual.

Jika digunakan jumlah angka tahun, maka depresiasi tiap-tiap tahun setelah tahun pertama harus dibagi dalam dua bagian yaitu untuk tahun pertama dan tahun kedua dan seterusnya. Sebagai ilustrasi, jika contoh di atas aktiva diperoleh pada bulan April dengan asumsi umur ekonomis tiga tahun, maka besarnya depresiasi tiap tahun dapat dihitung sebagai berikut :

Tahun 1        9/12 x 3/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 337.500,-

Tahun 2        3/12 x 3/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 112.500,-
          9/12 x 2/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 337.500,-
                                                         Rp 337.500,-

Tahun 3        3/12 x 2/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp   75.500,-
          9/12 x 1/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 112.500,-
                                                         Rp 187.500,-

Tahun                     3/12 x 1/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp    37.500,-


KOREKSI TERHADAP DEPRESIASI

Sering diketahui bahwa dalam proses alokasi harga perolehan aktiva tetap (Depresisi) sebagian besar didasarkan atas taksiran. Oleh karena itu mungkin saja terjadi kesalahan dalam taksiran yang telah dilakukan. Jika hal ini terjadi maka harus dilakukan koreksi atas besarnya depresiasi. Terdapat dua macam perubahan dalam penentuan koreksi atas besarnya depresiasi, yaitu :
§  Perubahan metode depresiasi.
§  Perubahan estimasi.

ð Perubahan Metode Depresiasi.
PSAK N0. 17 paragraf 24 menyatakan” metode penyusutan yang digunakan untuk aktiva tetap ditelaah ulang secara periodik dan jika terdapat suatu perubahan signifikan dalam pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut, metode penyusutan harus dirubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai suatu perubahan kebijakan akuntansi ----- dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yng akan datang harus disesuaikan”
Dengan dilakukannya perubahan metode depresiasi maka harus dibuat penyesuaian terhadap selisih saldo akumulasi depresiasi yang dihitung menurut metode yang baru, sampai dengan saat terjadinya perubahan metode. Selisihnya dicatat sebagai koreksi depresiasi dan dilaporkan dalam laporan rugi laba.

Contoh.
Pada awal tahun 1997 Pt. X memebeli mesin seharga Rp 1.000.000,- dengan taksiran umur 7 tahun dan disusutkan dengan metode Jumlah angka tahun. Pada awal tahun 2000 perusahan merubah metode depresiasi menjadi garis lurus. Jurnal koreksi yang diperlukan untuk mencatat transaksi stesebut adalah :

Akumulasi depresiasi                   Rp 562.500,-
Laba koreksi depresiasi                         Rp 562.500,-

Perhitungan dalam (ribuan rupiah)

Tahun
Metode Jumlah Angka Tahun
Metode Garis Lurus
Selisih
1997
7/28 x Rp 1.000,- = Rp    250,00
Rp 142,86
Rp 107,14
1998
6/28 x Rp 1.000,- = Rp    214,28
Rp 142,86
Rp   71,42
1999
5/28 x Rp 1.000,- = Rp    178,57
Rp 142,86
Rp   35,71

                                Rp   642,85
Rp 428,58
Rp 214,27

Nilai buku setelah perubahan metode  = Rp 1.000.000,- - Rp 428.580,- = Rp 571.420,-
Depresisi setelah perubahan metode Rp571.420,- :  7  = Rp 81..631,43

ð Adanya Taksiran Masa Manfaat Yang Tidak Tepat.
PSAK No. 17 paragraf 39 menyatakan “Masa manfaat suatu aktiva tetap harus ditelaah ulang secara periodik dan jika harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan”. Estimasi masa manfaat bisa saja tidak sesuai karena adanya upaya peningkatan kondisi aktiva, perubahan teknologi, perubahan pasar produk, kebijakan pemeliharaan dan perbaikan dan sebagainya.
Apabila terjadi kesalahan dalam menaksir manfaat ekonomis aktiva tetap, akan berakaibat depresiasi yang telah dilakukan akan terlalu besar atau terlalu kecil. Oleh karena itu depresiasi dan akumulasi depresiasi harus dikoreksi. Untuk itu dikenal dua pendekatan, yaitu :
1.    Depresiasi tahun sebelumnya tidak dikoreksi dan koreksi hanya dilakukan terhadap depresiasi untuk periode setelah diketahui terjadinya kesalahan yang besarnya sama dengan nilai buku dibagi dengan taksiran umur yang baru sehingga dalam hal ini tidak diperlukan adanya jurnal.
2.    Depresiasi tahun sebelumnya dikoreksi sehingga nilai buku menunjukan nilai yang sesuai dengan taksiran umur yang baru. Untuk periode berikutnya depresiasi dihitung dengan membagi nilai buku setelah dikoreksi dengan taksiran umur yang baru. Dalam hal ini diperlukan adanya jurnal koreksi.

Contoh.
Sebuah mesin yang harga perolehannya Rp 370.000,- ditaksir berumur 12 tahun dengan nilai sisa Rp 10.000,-. Setelah dipergunakan selam 9 tahun dirasa bahwa taksiran umur keliru. Taksiran yang tepat adalah 15 tahun.
Nilai buku setelah digunakan selama 9 tahun.


                                      Rp 370.000,-  -  Rp 10.000,-
          Rp 370.000,- - 9 x                                               = Rp 100.000,-
                                                        12

Sisa taksiran umur yang baru = 15 – 9 = 6 tahun.
Depresiasi yang baru = Rp 100.000,- : 6 Rp 16.667,-
Dalam hal ini tidak diperlukan jurnal koreksi.

Akumulasi depresiasi sebelum koreksi.


Rp 370.000,- - Rp 10.000,-
=       9 x                                            = Rp 270.000,-
        12

Akumulasi depresiasi setelah koreksi.

Rp 370.000,- - Rp 10.000,-
=       9 x                                            = Rp 216.000,-
         15
Selisih lebih                                             Rp 54.000,-



Jurnal koreksi.
Akumulasi depresiasi                             Rp 54.000,-
Koreksi laba tahun lalu                                   Rp 54.000,-

                216.000,-
Dan depresiasi per tahun setelah koreksi adalah sebesar :       ---------------- = Rp 24.000,-
                                                                               9

AKTIVA TETAP YANG SUDAH HABIS DIDEPRESIASI

Unutk aktiva tetap yang sudah habis didepresiasi tetapi masih digunakan, karena perusahaaan tidak mampu menggantinya, maka harga perolehan aktiva dan akumulasi depresiasi tetap dicantumkan dalam neraca diberi keterangan. Jika dikeluarkan biaya perbaikan atau pemeliharaan tidak boleh ditambahkan pada harga perolehan tetapi dicatat sebagai biaya periode yang bersangkutan.

PENGHENTIAN AKTIVA TETAP

Aktiva tetap dapat dihentikan dari pemakainnya karena dijual, rusak, ditukar dengan aktiva lain, atau dibuang begitu saja. Dalam penghentian itu, rekening aktiva tetap dan akumulasi depresiasi dihapuskan dan rugi laba diakui sebesar uang yang diterima dikurangi nilai bukunya.
Unutk aktiva yang dihentikan sebelum batas waktunya, depresiasi dihitung sampai tanggal dihentikannya. Tapi untuk aktiva yang didepresiasi dengan metode group atau compposite tidak perlu adanya pengakuan rugi laba.
Aktiva tetap yang sudah tidak digunakan lagi dan ditelantarkan begitu saja tanpa ada perolehan uang muka harus diakui adanya kerugian sebesar nilai bukunya. Tetapi apabiala aktiva tidak digunakan dan tidak segera dilepaskan, harus dicatat dalam rekening aktiva lain-lain sebesar nilai bukunya.

Contoh.
Pada tanggal 1 April 1998 PT. X menghentikan sebuah mesin dan menjualnya seharga Rp 750.000,-. Mesin tersebut dibeli pada awal tahun 1991 seharga Rp 4.500.000,- yang ditaksir berumur 10 tahun dengan nilai sisa Rp 500.000,-. Metode garis lurus dipergunakan untuk mendepresiasikan mesin tersebut.

Jurnal.
Depresiasi                                  Rp 100.000,-
Akumulasi Depresiasi                                      Rp 100.000,-
(Untuk mencatat depresiasi selama tahun 1997)



Perhitungan.
                   3/13 x (Rp 4.500.000,- - Rp 500.000,-)
                   ---------------------------------------------------- = Rp 100.000,-
                                      10
Kas                                                      Rp    750.000,-
Akumulasi Depresiasi                            Rp 2.900.000,-
Rugi Penjualan                                     Rp    850.000,-
Mesin                                                  Rp 4.500.000,-
(Untuk mencatat penjualan mesin)

Perhitungan.
Harga jual                                           Rp    750.000,-
Harga perolehan                                    Rp 4.500.000,-
Akumulasi Depresiasi                              Rp 2.900.000,-
Nilai buku                                            Rp 1.600.000,-
Rugi                                                   Rp    850.000,-

Akumulasi 1-1-1991 s/d 1-1-1998 :
      Rp 4.500.000,- - Rp 500.000,-
7 x ---------------------------------------- =          Rp 2.800.000,-
10
Akumulasi depresiasi tahun 1998 Rp    100.000,-
Total akumulasi depresiasi           Rp 2.900.000,-


ASURANSI KEBAKARAN

Untuk menghindari resiko kerusakan atau kehancuran sebagai akibat kebakaran, kecelakaan atau bencana lainnya, umumnya perusahaan akan mengasuransikan aktiva tetapnya. Jadi asuransi dimaksudkan untuk mengalihkan risiko kerugian akibat adanya bencana yang menimpa aktiva.
Asuransi merupakan perjanjian antara perusahaan sebgai tertanggung dengan maskapi asuransi dalam surat perjanjian yang disebut polis. Di dalam polis tersebut diatur tentang jumlah ganti rugi yang akan dibayar oleh maskapai asuransi jika bencana benar-benar terjadi dalam jangka waktu pertanggungan, dan premi yang harus dibayar oleh perusahaan tertanggung. Jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh maskapai asuransi adalah sebesar kerugian riil yang biasanya dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku pada saat terjadi bencana. Meskipun dengan ketentuan maksimum sebesar tanggungan. Misalnya suatu aktiva yang diasuransikan dengan polis sebesar Rp 70.000,- telah terbakar, dan jumlah kerugian ditaksir sebesar Rp 90.000,- maka dalam hal ini ganti rugi akan diterima sebesar Rp 70.000,-. Sebaliknya jika kerugian sebesar Rp 60.000,- maka ganti rugi yang diterima sebesar Rp 60.000,-.

Ø  Asuransi Bersama.
Biasanya terdapat kecenderungan dari pihak perusahaan untuk mengasuransikan sebaigan dari aktiva yang kemungkinan besar akan tertimpa bencana. Maksudnya disisni adalah untuk memperkecil jumlah premi yang harus dibayar.
Untuk menghindarkan kecenderungan tersebut biasanya polis juga mengatur tentang jumlah ganti rugi maksimum terhadap aktiva yang diasuransikan yang disebut Coinsurance Clause. Coinsurance Clause (CC) ini biasanya dinyatakan dalam % tertentu dari harga pasar aktiva pada saat terjadi bencana.
Dalam asuransi bersama ini, ganti rugi yang harus dibayar oleh maskapai asuransi jika terjadi bencana adalah jumlah yang paling rendah diantara tiga kemungkinan berikut ini :
§  Jumlah pertanggungan (polis)
§  Jumlah kerugian yang sebenarnya.
§  Jumlah ganti rugi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang dihitung dengan asuransi bersama dengan rumus :

                         Polis asuransi
          -------------------------------------------------- = Kerugian riil
Coinsurance Clause x Hrg. Akt. Tetap

Untuk lebih jelasnya perhatikan kasus-kasus di bawah ini.

Kasus
1 (Rp)
2 (Rp)
3 (Rp)
(A) Harga  pasar mesin pada saat terjadi bencana
2.000,-
2.000,-
2.000,-
(B) Jumalah polis (pertanggungan)
1.400,-
1.760,-
1.200,-
(C) Kerugian sebenarnya
1.000,-
1.200,-
2.000,-
(D) Ganti rugi yang harus dibayar  perus. asuransi berdasarkan asuransi bersama (lihat perhitungan)

875,-

1.320,-

1.500,-
(E) Ganti rugi yang harus dibayar oleh perus. asuransi yang terndah dari (B) (C) dan (D).

875,-

1.200,-

1.200,-

Keterangan.
Coinsurance Clause untuk kasus 1,2 dan 3 sebesar 80%

Perhitungan.
  Rp 1.400,-
Kasus 1       ------------------------ x Rp 1.000,- = Rp 875,-
        80% x Rp 2.000,-

  Rp 1.760,-
Kasus 2       ----------------------- x  Rp 1.200,- = Rp 1.320,-
       80% x Rp 2.000,-

  Rp 1.200,-
Kasus 3        ---------------------- x  Rp 2.000,- = Rp 1.500,-
        80% x Rp 2.000,-

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa Coinsurance Clause adalah % yang ditetapkan, dikalikan dengan harga pasar aktiva pada saat terjadi bencana.

Ø  Polis asuransi gabungan.
Jika perusahaan mengasuransikan berbagai jenis aktiva dalam satu polis saja tanpa ditentukan jumlah pertanggungan untuk masing-masing aktiva, maka jumlah pertanggungan (polis) harus dialokasikan kepada msing-masing aktiva dengan harga pasar aktiva tersebut pada saat terjadi bencana.

Contoh.
Sebuah mesin dan gedung diasuransikan dalam satu polis dengan pertangungan sebesar Rp 1.800,- dengan CC 80%. Mesin terbakar dan kerugian ditaksir sebesar 40%. Pada saat kebakaran harga pasar mesin Rp 1.000,- dan bangunan Rp 2.000,-.
Besarnya kerugian yang akan diterima dari  perusahaan asuransi adalah :
(a)  Jumlah pertanggungan mesin = 1.000/3000 x Rp 1.800,- = Rp 600,-
(b) Harga pasar mesin saat terbakar = Rp 1.000,-
(c)  Kerugian sebenarnya = 40% x Rp 1.000,- = Rp 400,-


(d) Ganti rugi yang harus dibayar  oleh perusahaan asuransi berdasarkan asuransi bersama
Rp 600,-
    ----------------------- X  Rp 400,- = Rp 300,-
    80% x Rp 1.000,-

Jadi ganti rugi yang diterima dari perusahaan asuransi adalah Rp 300,- (yang terendah dari (a) (c) dan (d)

Ø  Asuransi Satu Jenis Aktiva Dengan Polis Lebih Dari Satu.
Jika suatu aktiva diasuransikan kepada beberapa perusahaan asuransi maka ganti rugi berdasarkan total seluruh pertanggungan (polis) dari aktiva yang bersangkutan.

Contoh.
Sebuah bangunan diasuransikan kepada beberapa perusahan asuransi yaitu Pt. A Rp 10.000,- Pt. B Rp 3.000,-  dan  Pt. C Rp 2.000,- Pada suatu saat terbakar dan kerugian ditaksir sebesar Rp 6.000,- pada saat itu harga pasar bangunan Rp 20.000,-. Besarnya ganti rugi yang akan diterima dari masing-masing perusahaan asuransi jika :
(1) Msing-masing  polis tanpa asuransi bersama.
(2) Masing-masing polis memuat CC 80%.
(3) Masing-masing polis memuat CC 70%.

Total  pertanggungan   = Rp 10.000,- + Rp 3.000,- + 2.000,-
                                  = Rp 15.000,-
(1) Jumlah ganti rugi dari :
10.000,-
Pt. A     =     -----------   x Rp 6.000,- = Rp 4.000,-
15.000,-

 3.000,-
Pt. B      =    ----------    x Rp 6.000,- = Rp 1.200,-
15.000,-

 2.000,-
Pt. C     =   -----------  x Rp 6.000,- = Rp      800,-
15.000,-

(2) Jumlah ganti rugi dari:
         10.000,-
Pt. A      =    ------------------------          x Rp 6.000,- = Rp 3.500,-
80% x Rp 20.000,-

          3.000,-
Pt. B      =    ------------------------          x Rp 6.000,- = Rp 1.250,-
80% x Rp 20.000,-

         2.000,-
Pt. C      =   ------------------------          x Rp 6.000,- = Rp    750,-
80% x Rp 20.000,-
Total                                                             Rp 5.500,-

(3) Jumlah Ganti Rugi Dari :
          10.000,-
Pt. A      =    ------------------------          x Rp 6.000,- = Rp 3.500,-
80% x Rp 20.000,-

            3.000,-
Pt. B      =    ------------------------          x Rp 6.000,- = Rp 1.250,-
80% x Rp 20.000,-

            2.000,-
Pt. C      =    ------------------------          x Rp 6.000,- = Rp    750,-
80% x Rp 20.000,-
Total                                                               Rp 6.427,-

Karena jumlah ganti rugi yang seharusnya diterima lebih besar dari polis maka ganti rugi hanya terbatas maksimum sebesar polis. Sehingga ganti rugi dari masing-masing perusahaan besarnya sama dengan (1)

<  Akuntansi Terhadap Asuransi Kebakaran
Jika terjadi kebakaran atas aktiva tetap yang diasuransikan maka langkah pencatatannya adalah :
1.    Menyesuaikan buku-buku agar menunjukan keadaan sebenarnya pada saat terjadi kebakaran misalnya depresiasi amortisasi persekot asuransi dan sebagainya.
2.    Menentukan nilai aktiva tetap yangterbakar dan atas dasar nilai buku ini kemudian ditentukan besarnya kerugian yang timbul sesuai dengan % yang hancur.
3.    Membuka rekening Rugi Kebakaran yang akan didebat dengan bagian nilai buku yang rusak dan biaya yang timbl. Rekening juga dikredit dengan hasil penjualan sisa aktiva yang terbakar.
4.    Menentukan ganti rugi yang akan diterima dari perusahaan asuransi. Jumlah ini dikreditkan kerekening rugi kebakaran.
5.    Menutup saldo rekening Rugi Kebakaran kerekening rugi atau laba.

Contoh.
Pada tanggal 1 Juli 1997 terjadi kebakaran dikantor Pt. X. berikut ini data yang berhasil dikumpulkan :
Harga pasar bangunan pada saat kebakaran Rp 10.000.000,- kerusakan ditaksir sebesar 60%. Bangunan diasuransikan kepada Pt. Loyd dengan jumlah pertanggungan Rp 7.000.000,- CC 80% dan premi yang harus dibayar Rp 20.000,- per bulan. Sedangakan dari catatan pada 1 Januari 1997 diperoleh data :
§  Persekot asuransi Rp 240.000,- (12 bulan).
§  Harga perolehan bangunan Rp 13.000.000,-
§  Akumulasi depresiasi Rp 1.687.500,-
§  Tarif depresiasi per tahun 5% .
Jurnal untuk mencatat hal-hal yang beruhubungan dengan kebakaran bangunan tersebut :
1.    Menyesuaikan pembukuan.
(a)  Mencatat depresiasi 1/1’97 s/d 1/7’97 :
Depresiasi bangunan                            Rp 337.500,-
Akumulasi depresiasi bangunan                       Rp 337.500,-
(6/12 x 5% x Rp 13.500.000,- = Rp 337.500,-)

(b)   Mencatat persekot asuransi yang dibebankan sbagian untuk waktu 6 bulan.
Biaya asuransi                                      Rp 120.000,-
Persekot premi asuransi                                  Rp 120.000,-
(6/12 x Rp 240.000,-)
2.    Menentukan nilai buku aktiva yang terbakar :
Harga perolehan                                                            Rp 13.500.000,-
Akumulasi depresiasi                                  Rp 1.687.500,-
Depresiasi tahun 1986                              Rp    337.500,-
             Rp   2.025.000,-
Nilali buku                                                                     Rp 11.475.000,-

Bagian dari nilai buku yang terbakar = 60% x Rp 11.475.000,- = Rp 6.885.000,-
3.    Mencatat rugi kebakaran bangunan.
Rugi kebakaran                                    Rp 6.885.000,-
Akumulasi depresiasi                             Rp 1.215.000,- (60%)
Bangunan                                            Rp 8.100.000,-
4.    Menentukan dan mencatat ganti rugi yang akan diterima dari Pt. Loyd :
              Rp 7.000.000,-
                ----------------------------- X Rp 6.885.000,- = Rp 6.024.000,-
     80% x Rp 10.000.000,-

Kas                                           Rp 5.250.000,-
Rugi kebakaran                                              Rp 5.250.000,-

Saldo rekening Rugi Kebakaran pada akhir periode akan ditutup kerekening Rugi Laba. Sedangkan persekot premi, dalam hal asuransi dilanjutkan dan aktiva diganti oleh Pt. Loyd, maka tidak dibebankan dalam rekening Rugi Kebakaran. Sebaliknya jika asuransi dibatalkan maka persekot premi yang belum dibebankan sebagai biaya dibebankan dalam rekening Rugi Kebakaran.

SUMBER ALAM – DEPLESI

Sumber alam dikenal juga dengan istilah aktiva yang belum dimanfaatkan, aktiva yang akan terbuang (Wasting Assets), misalnya tambang minyak, tambang emas, cadangan mineral.
Untuk dapat dikelompokan sebagai sumber alam ada kriteria yang harus dipenuhi yaitu :
(1) Secara fisik sumber alam akan habis melalui penambangan atau pengambilan secara langsung dan penggantian sumber alam hanya bisa terjadi melalui proses alam. Selama masih dalam  tanah sumber alam itu didalam akuntansi digolongkan sebagai aktiva tetap dan jika kayu ditebang minyak tanah di bor atau batu bara ditambang, akan menjadi persediaan barang yang akan dijual.
(2) Harga perolehan sumber alam meliputi semua biaya untuk memperoleh hak untuk mengexploitasi ditambah dengan biaya explorasi dan pengembangan areal sampai siap diexploitasi misalnya dalam hal pengembangan sumber minyak bumi sebelumnya perlu pengeluaran untuk pembuatan anjungan, saluran distribusi dan lainnya seperti pembuatan jalan, survey dan sebagainya.
(3) Harga  perolehan sumber alam akan makin berkurang nilainya yang dalam hal ini terutama disebabkan karena pengolahan misalnya ditambang. Pengurangan harga perolehan ini secara berkala dibebnkan sebagai biaya yang dicatat dengan mendebet rekening “Biaya Deplesi” dan mengredit rekening “Aktiva” yang bersangkutan. Sedangkan metode yang digunakan selalu berdasarkan hasil produksi.
(4) Jika terdapat sarana lain di areal tambanga seperti gudang penyimpanan, pereumahan karyawan maka harus dicatat dalam rekenign tersendiri. Aktiva tersebut jika umurnya lebih lama dari umur tambang harus disusutkan dengan metode yang sama dengan metode deplesi yaitu metode hasil produksi. Sebaliknya jika umurnya lebih pendek dari umur tambang dapat disusutkan dengan metode yang lain.

Contoh.
Pada tahun 1995 Pt. Batu Mulia membeli tanah yang mengandung bahan tambang dengan harga Rp 18.000.000,- dan diperkirakan mengandung bahan tambang 2.000.000 ton. Tanah itu jika bahan tambang telah habis ditaksir dapat dijual seharga Rp 3.750.000,-. Sebelum dioperasikan telah dikeluarkan biaya pengembangan sebesar Rp 5.500.000,-. Untuk perumahan karyawan dan kantor telah dibangun gedung dengan biaya Rp 7.500.000,-. Bangunan tersebut diharapkan bisa digunakan selama tambang masih ada. Selama tahun 1995 telah berhasil ditambang sebesar 600 ton. Besarnya deplesi dan depresiasi tahun 1995 dapat dihitung sebagai berikut :

Harga perolehan tambang                     Rp 18.000.000,-
Biaya pengembangan                            Rp   5.500.000,-
Rp 23.500.000,-

Rp 23.500.000,-   -  Rp 3.750.000,-
Tarif deplesi           =       ----------------------------------------------  
                2.000.000 ton
          =       Rp 9.875,- per ton.

Deplesi tahun 1995           =       (600 ton x Rp 9.875,- ) = Rp 5.925.000,-

Harga perolehan bangunan          =       Rp 7.500.000,-

           Rp 7.500.000,-
          Tarif depresiasi       =                 --------------------       = Rp 375,- per ton.
          2.000.000 ton

Depresiasi tahun 1995                 =       600 x Rp 375,-         = Rp 225.000,-


Deplesi selalu melekat sebagai bagian dari hasil produksi dan jika hasil produksi ini dijual maka deplesi menjadi bagian dari harga pokok penjualan (CGS). Apabila hasil produksi belum dijual deplesi akan menjadi bagian dari barang jadi (persediaan).
 
KOREKSI TERHADAP DEPLESI

Jika sumber alam sudah diambil isinya tetapi Kemudian diketahui bahwa taksiran isi tambang semula ternyata keliru atau kemudian dikeluarkan tambahan biaya pengembangan maka tarif deplesi harus direvisi. Dalam merevisi biaya deplesi tersebut maka biaya deplesi periode yang lalu tidak  perlu disesuaikan dan biaya deplesi yang baru didasrkan pada sisa harga sumber alam dibagi dengan taksiran isi sumber alam yang baru.

Contoh.
Pada tahun 1996 Caltex membeli sebidang tanah yang mengandung sumber alam dengan harga Rp 10.000.000,- yang ditaksir berisi 1.000.000 ton. Sebelum dioperasikan telah dikeluarkan biaya pengembangan sebesar Rp 1.000.000,- dan taksiran nilai tanah setelah isi tambang digali laku dijual Rp 500.000,-. Pada tahun 1996 dibali 80.000 ton. Tahun 1997 dikeluarkan biaya pengembangan sebesar Rp 2.000.000,- dan telah digali sebanyak 100.000 ton ternyata taksiran isi tambang masih 950.000 ton lagi.
Besarnya deplesi untuk tahun 1996 dan 1997 adalah

(1) Tahun 1996 :
Harga beli sumber alam                             Rp 10.000.000,-
Biaya pengembangan                                Rp   1.000.000,-
Harga perolehan                                       Rp 11.000.000,-

Rp 11.000.000,- - Rp 500.000,-
Tarif deplesi            =       -----------------------------------------
          1.000.000,- ton
=       Rp 1.050 per ton.
Deplesi tahun 1996 =       80.000 ton x Rp 1.050,-
=       Rp 840.000,-
(2) Tahun 1997 :
Harga perolehan                                       Rp 11.000.000,-
Nilai sisa                                                  Rp      500.000,-
Rp 10.500.000,-
Biaya pengembangan tahun 1997              Rp   2.000.000,-
Rp 12.500.000,-
Deplesi tahun 1996                                  Rp      840.000,-
Harga perolehan yang dideplesi                 Rp 11.660.000,-

Isi tambang yang sudah digali tahun 1997 =     100.000 ton

Isi tambang yang baru                                       =     950.000 ton
Total isi tambang baru                                       =  1.050.000 ton

 Rp 11.660.000,-
Tarif deplesi      =       ----------------------- = Rp 10,10 per ton
 1.050.000,- ton

Deplesi tahun 1997                              = 100.000 x Rp 10,10
= Rp 1.110.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar