PROPERTI, PABRIK DAN
PERALATAN
(PENYUSUSTAN ATAU DEPRESIASI)
Ü Definisi :
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat
disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi”. Aktiva yang dapat
disusutkan adalah:
(a) Diharapkan untuk digunakan selama lebih
dari satu periode akuntansi.
(b) Memililiki suatu manfaat yang terbatas.
(c)
Ditahan oleh suatu
perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk
disewakan, atau untuk tujuan administrasi”. (PSAK: No.
17 paragraf 02).
Ü Metode Pencatatan Penyusutan
Metode yang sering
digunakan untuk mencatat depresiasi adalah metode cadangan (Allownce Method). Dalam metode ini penyusutan dikumpulkan dalam
rekening “Akumulasi Penyusutan”,
serta disajikan dalam neraca sebagai pengurang rekening aktiva tetap.
Jurnal :
Depreciation
Expense xx
Acumulated
Depreciation xx
Ü Penentuan Besarnya Penyusutan
1. Harga perolehan (Cost) aktiva tetap.
2. Nilai
sisa/atau Nilai Residu (Residual/Salvage Value)
3. Masa
manfaat.
Adalah
estimasi waktu di mana aktiva tetap dapat dipergunakan untuk memproduksi barang
atau jasa. Masa manfaat dari suatu aktiva yang dapat disusutkan harus
diestimasi setelah mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
(a) Taksiran
aus dan kerusakan fisik (Physical wear and tear)
(b) Keusangan.
(c) Pembatasan
hukum
Ü Metode Penyusutan
Metode penyusustan
yang dapat digunakan menurut PSAK No. 17 paragraf 09 dikelompokan menurut
kriteria berikut:
(a) Berdasarkan
waktu :
(i) Metode
garis lurus (Straight Line Method)
(ii) Metode
pembebanan yang menurun :
n Metode
jumlah angka tahun (Sum of the Year Digit
Method)
n Metode
saldo menurun/saldo menurun ganda (Declining/Double
Declining Balance Method)
(b) Berdasarkan
penggunaan :
(i) Metode
jam jasa (Service Hour Method)
(ii) Metode
jumlah unit produksi (Productive Output Method)
(c) Berdasarkan
kriteria lainnya :
(i) Metode
berdasarkan jenis dan kelompok (Group and
Composit Method).
(ii) Metode
anuitas (Annuity Method).
(iii)Sistem
persediaan (Inventory System).
Istilah :
C = Harga perolehan (cost) aktiva tetap.
S =
Taksiran nilai sisa.
D = Beban penyusutan (depresiasi) periodik.
n = Taksiran
umur ekonomis.
r =
Tarif penyusutan.
Contoh:
Pada tahun 2001
PT MM membeli mesin dengan harga perolehan sebesar Rp 1.000.000,- yang diperkirakan dapat digunakan selama 3
tahun atau 60.000.000 jam. Mesin itu juga ditaksir dapat menghasilkan
900.000 unit produk. Nilai sisa ditaksir Rp 100.000,-
·
Berdasarkan
Waktu.
Metode
Garis Lurus (Stright Line Method).
Beban penyusutan dari periode ke periode
jumlahnya sama. Metode ini cocok untuk penyusutan gedung, meubel, dan alat-alat
kantor.
Rumus
:
Tabel
Penyusutan
Akhir Tahun
|
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
|
So. Akum. Penyusutan
|
Nilai Buku
|
-
|
-
|
1.000.000,-
|
|
1
|
300.000,-
|
300.000,-
|
700.000,-
|
2
|
300.000,-
|
600.000,-
|
400.000,-
|
3
|
300.000,-
|
900.000,-
|
100.000,-
|
Jurnal.
Depreciation Expense
Rp 300.000,-
Acumulated
Depreciation Rp
300.000,-
Metode
Pembebanan yang Menurun.
Metode yang
menghasilkan beban penyusutan yang semakin menurun (metode depresiasi yang
dipercepat).
§ Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of The Year
Digit Methode)
Beban
penyusutan makin lama makin menurun yang dihitung dengan mengalikan bagian
pengurang (reducing fraction) dengan
jumlah yang disusutkan (harga perolehan dikurangi nilai sisa).
Contoh: (Dari data di atas)
Rumus :
Bagian
pengurang :
Tahun
|
Bobot
|
Bagian Pengurang
|
1
|
3
|
3/6
|
2
|
2
|
2/6
|
3
|
1
|
1/6
|
Tabel Penyusutan
Akhir
Tahun
|
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
|
So. Akum.
Penyusutan
|
Nilai Buku
|
-
|
-
|
1.000.000
|
|
1
|
3/6 x 900.000 = Rp
450.000
|
450.000
|
550.000
|
2
|
2/6 x 900.000 = Rp
300.000
|
750.000
|
250.000
|
3
|
1/6 x 900.000 = Rp
150.000
|
900.000
|
100.000
|
Jurnal.
Depreciation Expense
Rp 450.000,-
Acumulated
Depreciation Rp
450.000,-
§ Metode Saldo Menurun (Declining Balance
Method).
1. Dlam
metode ini beban penyusutan makin lama makin menurun.
2. Aktiva
tersebut harus mempunyai nilai residu.
3. Tarif
depresiasi dapat dihitung dengan rumus:
Contoh : (Dari data di atas).
Rumus :
Tabel Penyusutan
Akhir
Tahun
|
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
|
So. Akum.
Penyusutan
|
NilaiBuku
|
1.000.000,00
|
|||
1
|
53,6% x
1.000.000,00 = 356.000,00
|
356.000,00
|
464.000,00
|
2
|
53,6% x 464.000,00 = 248.704,00
|
784.704,00
|
215.296,00
|
3
|
53,6% x 215.296,00 = 115.398,70
|
900.102,70
|
99.897,30
|
Jurnal.
Depreciation Expense
Rp 356.000,-
Acumulated
Depreciation Rp
356.000,-
§ Metode Saldo Menurun Berganda (Double
Declining Balance Method).
1. Beban penyusutan makin lama makin menurun.
2. Besarnya penyusutan dihitung berdasarkan dua kali tarif
metode garis lurus dikalikan dengan nilai buku aktiva.
Contoh : (Dari data di atas).
Tarif metode garis
lurus
Tarif metode saldo menurun berganda = 2 x 33,3% = 67 %
Tabel
Penyusutan
Akhir
Tahun
|
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
|
So. Akum.
Penyusutan
|
Nilai Buku
|
1.000.000
|
|||
1
|
67% x 1.000.000 = 670.000
|
670.000
|
330.000
|
2
|
67% x 330.000 = 221.100
|
891.100
|
108.900
|
3
|
67% x 108.900
= 72.963
|
964.063
|
35.937
|
Jurnal.
Depreciation Expense
Rp 670.000,-
Acumulated
Depreciation Rp
670.000,-
·
Berdasarkan
Penggunaan.
Metode
Jam Jasa (Service Hours Method).
Besarnya penyusutan tergantung pada besar
kecilnya jam jasa yang dihasilkan oleh aktiva.
Contoh : (Dari data di atas).
Misalnya jam jasa yang dihasilkan selama masa manfaat: 30.000.000 jam,
20.000.000 jam, 10.000.000 jam.
Rumus:
Tabel
Penyusutan
Akhir
Tahun
|
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
|
So. Akum.
Penyusutan
|
Nilai
Buku
|
1.000.000
|
|||
1
|
30.000.000 x 0,015 = 450.000
|
450.000
|
550.000
|
2
|
20.000.000 x 0,015 =
300.000
|
750.000
|
250.000
|
3
|
10.000.000 x 0,015 = 150.000
|
900.000
|
100.000
|
Jurnal.
Depreciation Expense
Rp 450.000,-
Acumulated
Depreciation Rp
450.000,-
Metode
Jumlah Unit Produksi (Productive Output Method)
Besarnya
penyusutan tergantung pada jumlah hasil produksi yang dihasilkan.
Contoh : (Dari data di atas).
Misalkan produk yang dihasilkan selama masa manfaat adalah : 300.000 unit,
250.000 unit, 50.000unit.
Rumus:
Tabel
Penyusutan
Akhi
Tahun
|
Beban Penyusutan (D)
Akum. Penyusutan (K)
|
So. Akum.
Penyusutan
|
Nilai Buku
|
1.000.000
|
|||
1
|
300.000 x 1,5 = 450.000
|
450.000
|
550.000
|
2
|
250.000 x 1,5 =
375.000
|
825.000
|
175.000
|
3
|
50.000 x 1,5 = 75.000
|
900.000
|
100.000
|
Jurnal.
Depreciation
Expense Rp 450.000,-
Acumulated
Depreciation Rp
450.000,-
·
Berdasarkan
Kriteria Lainnya.
Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok (Group &
Compposite Metbod)
Digunakan untuk
penyusutan aktiva yang jenisnya banyak dengan harga perolehan dan umur yang
sama atau hampir sama.
§ Metode
Group (Group Method)
Metode ini
merupakan penyusutan dengan metode garis lurus yang diterapkan atas kelompok
aktiva yang dibeli dalam waktu yang sama, merupakan satuan-satuan kecil dan
diharapkan mempunyai umur yang sama.
Contoh :
PT ABC membeli
100 alat-alat kecil yang ditaksir mempunyai umur ekonomis rata-rat 5 tahun.
Akhir tahun ke 4, 30 buah alat-alat dihentikan dan akhir tahun ke 5, 40 buah
dihentikan serta sisanya akan dihentikan
pada akhir tahun ke 6. Harga perolehan alat-alat tersebut Rp 100.000,-
Rumus
:
Tabel Penyusutan (dalam ribuan rupiah)
Aktiva
|
Penyusutan
(K)
|
Aktiva
|
Akumulasi
Penyusutan
|
Nilai
Buku
|
||||
D
|
K
|
SO
|
D
|
K
|
SO
|
|||
-
|
-
|
100
|
-
|
100
|
-
|
-
|
-
|
100
|
1
|
20
|
-
|
-
|
100
|
-
|
20
|
20
|
80
|
2
|
20
|
-
|
-
|
100
|
-
|
20
|
40
|
60
|
3
|
20
|
-
|
-
|
100
|
-
|
20
|
60
|
40
|
4
|
20
|
-
|
30
|
70
|
30
|
20
|
50
|
20
|
5
|
14
|
-
|
40
|
30
|
40
|
14
|
24
|
6
|
6
|
6
|
-
|
30
|
-
|
30
|
6
|
-
|
-
|
100
|
100
|
100
|
-
|
100
|
100
|
-
|
-
|
Jurnal.
Akhir tahun
ke 4 .
Depreciation Expense Rp
30.000,-
Acumulated Depreciation Rp 30.000,-
Akhir tahun
ke 5
Depreciation Expense Rp
40.000,-
Acumulated Depreciation Rp 40.000,-
Akhir tahun
ke 6 mislnya alat-alat yang dihentikan dijual dengn harga Rp 10.000,- maka
jurnalnya
Cash Rp
10.000,-
Acumulated Depreciation Rp 20.000,-
Fixed Assets Rp 30.000,-
n Metode
Composite (Compposite Metbod)
Digunakan
untuk menyusutkan aktiva yang dimiliki kecil-kecil dan tidak memiliki umur
manfaat yang sama.
Tarif penyusutan
dibebankan berdasarkan tarif rata-rata.
Rumus :
Tarif penyusutan rata-rata =
Umur rata-rata =
Tabel Penyusutan (dalam ribuan rupiah)
Aktiva
|
Cost
|
Nilai
Sisa
|
Cost yang
Disusutkan
|
Taksiran
Umur
|
Depresiasi
|
A
|
200
|
12
|
118
|
4
|
47
|
B
|
600
|
30
|
570
|
6
|
95
|
C
|
1.200
|
120
|
1080
|
10
|
108
|
2.000
|
160
|
1838
|
20
|
250
|
250
Tarif gabungan
atau rata-rata x 100%
= 12,5%
2.000
Umur gabungan atau rata-rata =
1.838 : 250 = 7,35 tahun
Jika tarif gabungan 12,5% dikalikan
dengan total harga perolehan akan diperoleh beban depresiasi periodik sama
dengan Rp 250,- yang akan diakumulasi selama 7,35 tahun.
Dalam metode ini jika ada penghentian aktiva maka rekening aktiva dan
akumulasi depresiasi akan dihapuskan sebesar nilai buku aktiva yang dihentikan.
Sehingga dalam hal ini tidak akan diakui adanya rugi atau laba.
|
< Metode Anuitas
Dalam metode ini besarnya
depresiasi dari periode ke periode akan meningkat. Dalam situasi inflasi,
depresiasi yang meningkat ini tidak mempunyai makna ekonomis. Sehingga
metode ini tidak populer.
< Metode Persediaan.
Merode ini digunakan untuk
menentukan depresiasi aktiva–aktiva kecil (hads
tool). Dalam penerapannya, metode ini tidak memperhatikkan adanya alat-alat
rusak, cacat atau hilang. Cara penentuan depresiasi dihitung dengan rumus :
Adapun pencatatannya dilakukan
dengan menutup langsung pada rekening aktiva tetap yang bersangkutan.
Contoh.
Pada tanggal 2 Januari 1998
Rajawali Motor membeli seperangkat kunci sebesar Rp 1.000.000,-. Pada akhir
tahun 1998 diketahui nilai seperangkat kunci tersebut tinggal Rp 850.000,-.
Berdasarkan metode ini, besarnya
depresiasi adalah Rp 1.000.000,- - Rp 850.000,- = Rp 150.000,-
Jurnal.
Depresiasi Rp 150.000,-
Peralatran kunci Rp
150.000,-
PENYUSUTAN PERIODE PARTIAL
Dalam pembahasan sebelumnya
dianggap bahwa aktiva diperoleh pada awal atau akhir tahun sehingga tidak
banyak menimbulkan masalah dalam perhitungan depresiasinya. Tetapi dalam
praktek mungkin saja aktiva dibeli tidak tepat pada awal atau akhir tahun. Oleh
karena itu akan timbul masalah jika metode depresiasi yang berdasarkan faktor
waktu dipergunakan. Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa
alternatif yaitu :
1.
Depresiasi dicatat pada bulan yang terdekat.
Aktiva yang
dibeli sebelum tanggal 15 disusutkan 1 bulan sedangkan jika dibeli setelah
tanggal 15 tidak disusutkan. Aktiva yang dijual sebelum tanggal 15 tidak
disusutkan sedangkan jika dijual setelah tanggal 15 disusutkan 1 bulan.
2. Depresiasi dicatat pada tahun yang terdekat.
Aktiva yang
dibeli 6 bulan pertama disusutkan 1
tahun sedangkan jika aktiva dibeli 6 bulan terakhir maka tidak disusutkan.
Aktiva yang dijual 6 bulan pertama tidak disusutkan sedangkan jika dijual 6
bulan terakhir harus disusutkan 1 tahun.
3. Tidak ada
penyusutan untuk aktiva yang diperoleh dalam tahun yang bersangkutan
tapi untuk aktiva yang dijual penysusutan dilakukan setahun penuh.
4. Penyusutan dilakukan setahun penuh untuk aktiva yang
diperoleh tidak pada awal atau akhir tahun.
5. Penyusutan dilakukan setahun penuh untuk aktiva yang
diperoleh pada tahun itu tetapi tidak ada peyusutan untuk aktiva yang dijual.
Jika digunakan jumlah angka tahun,
maka depresiasi tiap-tiap tahun setelah tahun pertama harus dibagi dalam dua
bagian yaitu untuk tahun pertama dan tahun kedua dan seterusnya. Sebagai
ilustrasi, jika contoh di atas aktiva diperoleh pada bulan April dengan asumsi
umur ekonomis tiga tahun, maka besarnya depresiasi tiap tahun dapat dihitung
sebagai berikut :
Tahun 1 9/12 x 3/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 337.500,-
Tahun 2 3/12 x 3/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 112.500,-
9/12
x 2/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 337.500,-
Rp 337.500,-
Tahun 3 3/12 x 2/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 75.500,-
9/12
x 1/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 112.500,-
Rp 187.500,-
Tahun 3/12 x 1/6 (1.000.000 – 100.000) = Rp 37.500,-
KOREKSI TERHADAP
DEPRESIASI
Sering diketahui bahwa dalam proses
alokasi harga perolehan aktiva tetap (Depresisi) sebagian besar didasarkan atas
taksiran. Oleh karena itu mungkin saja terjadi kesalahan dalam taksiran yang
telah dilakukan. Jika hal ini terjadi
maka harus dilakukan koreksi atas besarnya depresiasi. Terdapat dua macam
perubahan dalam penentuan koreksi atas besarnya depresiasi, yaitu :
§ Perubahan
metode depresiasi.
§ Perubahan
estimasi.
ð Perubahan Metode Depresiasi.
PSAK N0. 17
paragraf 24 menyatakan” metode penyusutan yang digunakan untuk aktiva tetap
ditelaah ulang secara periodik dan jika terdapat suatu perubahan signifikan
dalam pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut, metode
penyusutan harus dirubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan
metode penyusutan harus diperlakukan sebagai suatu perubahan kebijakan
akuntansi ----- dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yng akan
datang harus disesuaikan”
Dengan
dilakukannya perubahan metode depresiasi maka harus dibuat penyesuaian terhadap
selisih saldo akumulasi depresiasi yang dihitung menurut metode yang baru,
sampai dengan saat terjadinya perubahan metode. Selisihnya dicatat sebagai koreksi depresiasi dan dilaporkan dalam laporan
rugi laba.
Contoh.
Pada awal tahun 1997 Pt. X memebeli
mesin seharga Rp 1.000.000,- dengan taksiran umur 7 tahun dan disusutkan dengan
metode Jumlah angka tahun. Pada awal tahun 2000 perusahan merubah metode
depresiasi menjadi garis lurus. Jurnal koreksi yang diperlukan untuk mencatat
transaksi stesebut adalah :
Akumulasi
depresiasi Rp 562.500,-
Laba koreksi depresiasi Rp
562.500,-
Perhitungan dalam (ribuan rupiah)
Tahun
|
Metode
Jumlah Angka Tahun
|
Metode
Garis Lurus
|
Selisih
|
1997
|
7/28 x Rp 1.000,- = Rp 250,00
|
Rp
142,86
|
Rp
107,14
|
1998
|
6/28 x Rp 1.000,- = Rp 214,28
|
Rp
142,86
|
Rp 71,42
|
1999
|
5/28 x Rp 1.000,- = Rp 178,57
|
Rp
142,86
|
Rp 35,71
|
Rp 642,85
|
Rp
428,58
|
Rp
214,27
|
Nilai buku setelah perubahan metode = Rp 1.000.000,- - Rp 428.580,- = Rp
571.420,-
Depresisi setelah perubahan metode
Rp571.420,- : 7 = Rp 81..631,43
ð Adanya Taksiran Masa
Manfaat Yang Tidak Tepat.
PSAK No. 17
paragraf 39 menyatakan “Masa manfaat suatu aktiva tetap harus ditelaah ulang secara
periodik dan jika harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya,
beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus
disesuaikan”. Estimasi masa manfaat bisa saja tidak sesuai karena adanya upaya
peningkatan kondisi aktiva, perubahan teknologi, perubahan pasar produk,
kebijakan pemeliharaan dan perbaikan dan sebagainya.
Apabila terjadi
kesalahan dalam menaksir manfaat ekonomis aktiva tetap, akan berakaibat
depresiasi yang telah dilakukan akan terlalu besar atau terlalu kecil. Oleh
karena itu depresiasi dan akumulasi depresiasi harus dikoreksi. Untuk itu
dikenal dua pendekatan, yaitu :
1. Depresiasi tahun sebelumnya tidak dikoreksi dan koreksi
hanya dilakukan terhadap depresiasi untuk periode setelah diketahui terjadinya
kesalahan yang besarnya sama dengan nilai buku dibagi dengan taksiran umur yang
baru sehingga dalam hal ini tidak diperlukan adanya jurnal.
2.
Depresiasi tahun
sebelumnya dikoreksi sehingga nilai buku menunjukan nilai yang sesuai dengan
taksiran umur yang baru. Untuk periode berikutnya depresiasi dihitung dengan
membagi nilai buku setelah dikoreksi dengan taksiran umur yang baru. Dalam
hal ini diperlukan adanya jurnal koreksi.
Contoh.
Sebuah mesin yang harga perolehannya Rp
370.000,- ditaksir berumur 12 tahun dengan nilai sisa Rp 10.000,-. Setelah
dipergunakan selam 9 tahun dirasa bahwa taksiran umur keliru. Taksiran yang
tepat adalah 15 tahun.
Nilai buku setelah digunakan selama
9 tahun.
Rp
370.000,- - Rp 10.000,-
Rp 370.000,- - 9 x = Rp 100.000,-
12
Sisa taksiran umur yang baru = 15 –
9 = 6 tahun.
Depresiasi yang baru = Rp 100.000,-
: 6 Rp 16.667,-
Dalam hal ini tidak diperlukan
jurnal koreksi.
Akumulasi depresiasi sebelum koreksi.
Rp 370.000,- - Rp 10.000,-
= 9 x = Rp 270.000,-
12
Akumulasi depresiasi setelah koreksi.
Rp 370.000,- -
Rp 10.000,-
= 9 x =
Rp 216.000,-
15
Selisih lebih Rp 54.000,-
Jurnal koreksi.
Akumulasi
depresiasi Rp
54.000,-
Koreksi laba tahun lalu Rp
54.000,-
216.000,-
Dan depresiasi per tahun setelah
koreksi adalah sebesar :
---------------- = Rp 24.000,-
9
AKTIVA TETAP YANG SUDAH
HABIS DIDEPRESIASI
Unutk aktiva tetap yang sudah habis
didepresiasi tetapi masih digunakan, karena perusahaaan tidak mampu
menggantinya, maka harga perolehan aktiva dan akumulasi depresiasi tetap
dicantumkan dalam neraca diberi keterangan. Jika dikeluarkan biaya perbaikan
atau pemeliharaan tidak boleh ditambahkan pada harga perolehan tetapi dicatat
sebagai biaya periode yang bersangkutan.
PENGHENTIAN AKTIVA
TETAP
Aktiva tetap dapat dihentikan dari
pemakainnya karena dijual, rusak, ditukar dengan aktiva lain, atau dibuang
begitu saja. Dalam penghentian itu, rekening aktiva tetap dan akumulasi
depresiasi dihapuskan dan rugi laba diakui sebesar uang yang diterima dikurangi
nilai bukunya.
Unutk aktiva yang dihentikan
sebelum batas waktunya, depresiasi dihitung sampai tanggal dihentikannya. Tapi
untuk aktiva yang didepresiasi dengan metode group atau compposite
tidak perlu adanya pengakuan rugi laba.
Aktiva tetap yang sudah tidak
digunakan lagi dan ditelantarkan begitu saja tanpa ada perolehan uang muka
harus diakui adanya kerugian sebesar nilai bukunya. Tetapi apabiala aktiva
tidak digunakan dan tidak segera dilepaskan, harus dicatat dalam rekening
aktiva lain-lain sebesar nilai bukunya.
Contoh.
Pada tanggal 1 April 1998 PT. X menghentikan
sebuah mesin dan menjualnya seharga Rp 750.000,-. Mesin tersebut dibeli pada awal
tahun 1991 seharga Rp 4.500.000,- yang ditaksir berumur 10 tahun dengan nilai
sisa Rp 500.000,-. Metode garis lurus
dipergunakan untuk mendepresiasikan mesin tersebut.
Jurnal.
Depresiasi Rp 100.000,-
Akumulasi Depresiasi Rp
100.000,-
(Untuk mencatat
depresiasi selama tahun 1997)
Perhitungan.
3/13
x (Rp 4.500.000,- - Rp 500.000,-)
----------------------------------------------------
= Rp 100.000,-
10
Kas Rp
750.000,-
Akumulasi
Depresiasi Rp
2.900.000,-
Rugi Penjualan Rp 850.000,-
Mesin Rp
4.500.000,-
(Untuk mencatat
penjualan mesin)
Perhitungan.
Harga jual Rp 750.000,-
Harga perolehan Rp 4.500.000,-
Akumulasi
Depresiasi Rp 2.900.000,-
Nilai buku Rp
1.600.000,-
Rugi Rp 850.000,-
Akumulasi 1-1-1991 s/d 1-1-1998 :
Rp 4.500.000,- - Rp 500.000,-
7 x ----------------------------------------
= Rp
2.800.000,-
10
Akumulasi
depresiasi tahun 1998 Rp 100.000,-
Total akumulasi
depresiasi Rp 2.900.000,-
ASURANSI KEBAKARAN
Untuk menghindari resiko kerusakan
atau kehancuran sebagai akibat kebakaran, kecelakaan atau bencana lainnya,
umumnya perusahaan akan mengasuransikan aktiva tetapnya. Jadi asuransi
dimaksudkan untuk mengalihkan risiko kerugian akibat adanya bencana yang
menimpa aktiva.
Asuransi merupakan perjanjian
antara perusahaan sebgai tertanggung dengan maskapi asuransi dalam surat
perjanjian yang disebut polis. Di dalam polis tersebut diatur tentang jumlah
ganti rugi yang akan dibayar oleh maskapai asuransi jika bencana benar-benar
terjadi dalam jangka waktu pertanggungan, dan premi yang harus dibayar oleh
perusahaan tertanggung. Jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh maskapai
asuransi adalah sebesar kerugian riil yang biasanya dihitung berdasarkan harga
pasar yang berlaku pada saat terjadi bencana. Meskipun dengan ketentuan
maksimum sebesar tanggungan. Misalnya suatu aktiva yang diasuransikan dengan
polis sebesar Rp 70.000,- telah terbakar, dan jumlah kerugian ditaksir sebesar
Rp 90.000,- maka dalam hal ini ganti rugi akan diterima sebesar Rp 70.000,-.
Sebaliknya jika kerugian sebesar Rp 60.000,- maka ganti rugi yang diterima
sebesar Rp 60.000,-.
Ø Asuransi
Bersama.
Biasanya terdapat kecenderungan dari pihak
perusahaan untuk mengasuransikan sebaigan dari aktiva yang kemungkinan besar
akan tertimpa bencana. Maksudnya disisni adalah untuk memperkecil jumlah premi
yang harus dibayar.
Untuk menghindarkan kecenderungan tersebut
biasanya polis juga mengatur tentang jumlah ganti rugi maksimum terhadap aktiva
yang diasuransikan yang disebut Coinsurance
Clause. Coinsurance Clause (CC)
ini biasanya dinyatakan dalam % tertentu dari harga pasar aktiva pada saat
terjadi bencana.
Dalam asuransi bersama ini, ganti rugi yang
harus dibayar oleh maskapai asuransi jika terjadi bencana adalah jumlah yang
paling rendah diantara tiga kemungkinan berikut ini :
§ Jumlah
pertanggungan (polis)
§ Jumlah
kerugian yang sebenarnya.
§ Jumlah
ganti rugi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang dihitung dengan asuransi
bersama dengan rumus :
Polis asuransi
--------------------------------------------------
= Kerugian riil
Coinsurance
Clause x Hrg. Akt. Tetap
Untuk lebih jelasnya perhatikan kasus-kasus
di bawah ini.
Kasus
|
1 (Rp)
|
2 (Rp)
|
3 (Rp)
|
(A) Harga pasar mesin pada saat terjadi bencana
|
2.000,-
|
2.000,-
|
2.000,-
|
(B) Jumalah
polis (pertanggungan)
|
1.400,-
|
1.760,-
|
1.200,-
|
(C) Kerugian
sebenarnya
|
1.000,-
|
1.200,-
|
2.000,-
|
(D) Ganti
rugi yang harus dibayar
|
875,-
|
1.320,-
|
1.500,-
|
(E) Ganti
rugi yang harus dibayar oleh
|
875,-
|
1.200,-
|
1.200,-
|
Keterangan.
Coinsurance Clause untuk kasus 1,2
dan 3 sebesar 80%
Perhitungan.
Rp 1.400,-
Kasus 1 ------------------------ x Rp 1.000,- =
Rp 875,-
80% x Rp 2.000,-
Rp 1.760,-
Kasus 2 ----------------------- x Rp 1.200,- = Rp 1.320,-
80% x Rp
2.000,-
Rp 1.200,-
Kasus 3 ---------------------- x Rp 2.000,- = Rp 1.500,-
80% x Rp
2.000,-
Dari perhitungan di atas dapat
disimpulkan bahwa Coinsurance Clause adalah % yang ditetapkan, dikalikan dengan
harga pasar aktiva pada saat terjadi bencana.
Ø Polis
asuransi gabungan.
Jika perusahaan mengasuransikan berbagai
jenis aktiva dalam satu polis saja tanpa ditentukan jumlah pertanggungan untuk
masing-masing aktiva, maka jumlah pertanggungan (polis) harus dialokasikan
kepada msing-masing aktiva dengan harga pasar aktiva tersebut pada saat terjadi
bencana.
Contoh.
Sebuah mesin dan gedung diasuransikan dalam
satu polis dengan pertangungan sebesar Rp 1.800,- dengan CC 80%. Mesin terbakar
dan kerugian ditaksir sebesar 40%. Pada saat kebakaran harga pasar mesin Rp
1.000,- dan bangunan Rp 2.000,-.
Besarnya kerugian yang akan
diterima dari perusahaan asuransi adalah
:
(a)
Jumlah pertanggungan mesin = 1.000/3000 x Rp
1.800,- = Rp 600,-
(b) Harga pasar mesin saat terbakar = Rp 1.000,-
(c) Kerugian sebenarnya = 40% x Rp 1.000,- = Rp 400,-
(d) Ganti rugi yang harus dibayar oleh perusahaan asuransi berdasarkan asuransi
bersama
Rp 600,-
----------------------- X Rp 400,- = Rp 300,-
80% x Rp 1.000,-
Jadi ganti rugi yang diterima dari
perusahaan asuransi adalah Rp 300,- (yang terendah dari (a) (c) dan (d)
Ø Asuransi Satu Jenis Aktiva Dengan Polis Lebih Dari Satu.
Jika suatu aktiva diasuransikan
kepada beberapa perusahaan asuransi maka ganti rugi berdasarkan total seluruh
pertanggungan (polis) dari aktiva yang bersangkutan.
Contoh.
Sebuah bangunan diasuransikan
kepada beberapa perusahan asuransi yaitu Pt. A Rp 10.000,- Pt. B Rp
3.000,- dan Pt. C Rp 2.000,- Pada suatu saat terbakar dan
kerugian ditaksir sebesar Rp 6.000,- pada saat itu harga pasar bangunan Rp
20.000,-. Besarnya ganti rugi yang akan diterima dari masing-masing perusahaan
asuransi jika :
(1) Msing-masing polis
tanpa asuransi bersama.
(2)
Masing-masing polis memuat CC 80%.
(3)
Masing-masing polis memuat CC 70%.
Total
pertanggungan = Rp 10.000,- + Rp
3.000,- + 2.000,-
= Rp 15.000,-
(1)
Jumlah ganti rugi dari :
10.000,-
Pt. A = -----------
x Rp 6.000,- = Rp 4.000,-
15.000,-
3.000,-
Pt. B = ----------
x Rp 6.000,- = Rp 1.200,-
15.000,-
2.000,-
Pt. C = -----------
x Rp 6.000,- = Rp 800,-
15.000,-
(2)
Jumlah ganti rugi dari:
10.000,-
Pt. A = ------------------------ x Rp 6.000,- = Rp 3.500,-
80%
x Rp 20.000,-
3.000,-
Pt. B = ------------------------ x Rp 6.000,- = Rp 1.250,-
80%
x Rp 20.000,-
2.000,-
Pt. C
= ------------------------ x
Rp 6.000,- = Rp 750,-
80%
x Rp 20.000,-
Total Rp 5.500,-
(3)
Jumlah Ganti Rugi Dari :
10.000,-
Pt. A = ------------------------ x Rp 6.000,- = Rp 3.500,-
80%
x Rp 20.000,-
3.000,-
Pt. B = ------------------------ x Rp 6.000,- = Rp 1.250,-
80%
x Rp 20.000,-
2.000,-
Pt. C = ------------------------ x Rp 6.000,- = Rp 750,-
80%
x Rp 20.000,-
Total Rp
6.427,-
Karena jumlah ganti rugi yang seharusnya
diterima lebih besar dari polis maka ganti rugi hanya terbatas maksimum sebesar
polis. Sehingga ganti rugi dari masing-masing perusahaan
besarnya sama dengan (1)
< Akuntansi
Terhadap Asuransi Kebakaran
Jika terjadi kebakaran atas aktiva
tetap yang diasuransikan maka langkah pencatatannya adalah :
1. Menyesuaikan buku-buku agar menunjukan keadaan sebenarnya
pada saat terjadi kebakaran misalnya depresiasi amortisasi persekot asuransi
dan sebagainya.
2. Menentukan nilai aktiva tetap yangterbakar dan atas dasar
nilai buku ini kemudian ditentukan besarnya kerugian yang timbul sesuai dengan
% yang hancur.
3. Membuka rekening Rugi Kebakaran yang akan didebat dengan
bagian nilai buku yang rusak dan biaya yang timbl. Rekening juga dikredit
dengan hasil penjualan sisa aktiva yang terbakar.
4.
Menentukan ganti rugi
yang akan diterima dari perusahaan asuransi. Jumlah ini
dikreditkan kerekening rugi kebakaran.
5.
Menutup saldo rekening Rugi Kebakaran
kerekening rugi atau laba.
Contoh.
Pada tanggal 1 Juli 1997 terjadi kebakaran
dikantor Pt. X. berikut ini data yang berhasil dikumpulkan :
Harga pasar bangunan pada saat
kebakaran Rp 10.000.000,- kerusakan ditaksir sebesar 60%. Bangunan
diasuransikan kepada Pt. Loyd dengan jumlah pertanggungan Rp 7.000.000,- CC 80%
dan premi yang harus dibayar Rp 20.000,- per bulan. Sedangakan
dari catatan pada 1 Januari 1997 diperoleh data :
§ Persekot
asuransi Rp 240.000,- (12 bulan).
§ Harga
perolehan bangunan Rp 13.000.000,-
§ Akumulasi
depresiasi Rp 1.687.500,-
§ Tarif
depresiasi per tahun 5% .
Jurnal untuk
mencatat hal-hal yang beruhubungan dengan kebakaran bangunan tersebut :
1.
Menyesuaikan pembukuan.
(a) Mencatat depresiasi 1/1’97 s/d 1/7’97 :
Depresiasi bangunan Rp
337.500,-
Akumulasi depresiasi bangunan Rp 337.500,-
(6/12
x 5% x Rp 13.500.000,- = Rp 337.500,-)
(b) Mencatat
persekot asuransi yang dibebankan sbagian untuk waktu 6 bulan.
Biaya
asuransi Rp
120.000,-
Persekot
premi asuransi Rp
120.000,-
(6/12
x Rp 240.000,-)
2.
Menentukan nilai buku aktiva yang terbakar :
Harga
perolehan Rp 13.500.000,-
Akumulasi
depresiasi Rp 1.687.500,-
Depresiasi
tahun 1986 Rp 337.500,-
Rp 2.025.000,-
Nilali buku
Rp 11.475.000,-
Bagian dari nilai buku yang terbakar = 60% x
Rp 11.475.000,- = Rp 6.885.000,-
3.
Mencatat rugi kebakaran bangunan.
Rugi
kebakaran Rp
6.885.000,-
Akumulasi
depresiasi Rp 1.215.000,- (60%)
Bangunan
Rp
8.100.000,-
4.
Menentukan dan mencatat ganti rugi yang akan
diterima dari Pt. Loyd :
Rp
7.000.000,-
----------------------------- X Rp 6.885.000,- = Rp 6.024.000,-
80% x Rp 10.000.000,-
Kas Rp
5.250.000,-
Rugi kebakaran Rp
5.250.000,-
Saldo rekening Rugi Kebakaran pada akhir
periode akan ditutup kerekening Rugi Laba. Sedangkan persekot premi, dalam hal asuransi dilanjutkan dan aktiva diganti
oleh Pt. Loyd, maka tidak dibebankan dalam rekening Rugi Kebakaran. Sebaliknya
jika asuransi dibatalkan maka persekot premi yang belum dibebankan sebagai
biaya dibebankan dalam rekening Rugi Kebakaran.
SUMBER ALAM – DEPLESI
Sumber alam dikenal juga dengan
istilah aktiva yang belum dimanfaatkan, aktiva yang akan terbuang (Wasting Assets), misalnya tambang
minyak, tambang emas, cadangan mineral.
Untuk dapat dikelompokan sebagai
sumber alam ada kriteria yang harus dipenuhi yaitu :
(1) Secara fisik sumber alam akan habis melalui penambangan
atau pengambilan secara langsung dan penggantian sumber alam hanya bisa terjadi
melalui proses alam. Selama masih dalam
tanah sumber alam itu didalam akuntansi digolongkan sebagai aktiva tetap
dan jika kayu ditebang minyak tanah di bor atau batu bara ditambang, akan
menjadi persediaan barang yang akan dijual.
(2) Harga perolehan sumber alam meliputi semua biaya untuk
memperoleh hak untuk mengexploitasi ditambah dengan biaya explorasi dan
pengembangan areal sampai siap diexploitasi misalnya dalam hal pengembangan
sumber minyak bumi sebelumnya perlu pengeluaran untuk pembuatan anjungan,
saluran distribusi dan lainnya seperti pembuatan jalan, survey dan sebagainya.
(3)
Harga perolehan sumber alam akan makin berkurang
nilainya yang dalam hal ini terutama disebabkan karena pengolahan misalnya ditambang.
Pengurangan harga perolehan ini secara berkala dibebnkan sebagai biaya yang
dicatat dengan mendebet rekening “Biaya
Deplesi” dan mengredit rekening “Aktiva”
yang bersangkutan. Sedangkan metode yang digunakan selalu
berdasarkan hasil produksi.
(4)
Jika terdapat sarana lain di areal tambanga
seperti gudang penyimpanan, pereumahan karyawan maka harus dicatat dalam
rekenign tersendiri. Aktiva tersebut jika umurnya lebih lama dari umur tambang
harus disusutkan dengan metode yang sama dengan metode deplesi yaitu metode
hasil produksi. Sebaliknya jika umurnya lebih pendek dari umur tambang dapat
disusutkan dengan metode yang lain.
Contoh.
Pada tahun 1995 Pt. Batu Mulia membeli tanah
yang mengandung bahan tambang dengan harga Rp 18.000.000,- dan diperkirakan
mengandung bahan tambang 2.000.000 ton. Tanah itu jika bahan tambang telah
habis ditaksir dapat dijual seharga Rp 3.750.000,-. Sebelum dioperasikan telah
dikeluarkan biaya pengembangan sebesar Rp 5.500.000,-. Untuk perumahan karyawan
dan kantor telah dibangun gedung dengan biaya Rp 7.500.000,-. Bangunan tersebut
diharapkan bisa digunakan selama tambang masih ada. Selama tahun 1995 telah
berhasil ditambang sebesar 600 ton. Besarnya deplesi dan depresiasi tahun 1995
dapat dihitung sebagai berikut :
Harga perolehan tambang Rp 18.000.000,-
Biaya pengembangan Rp 5.500.000,-
Rp 23.500.000,-
Rp
23.500.000,- - Rp 3.750.000,-
Tarif deplesi = ----------------------------------------------
2.000.000
ton
= Rp
9.875,- per ton.
Deplesi tahun
1995 = (600 ton x Rp 9.875,- ) = Rp 5.925.000,-
Harga perolehan
bangunan = Rp 7.500.000,-
Rp
7.500.000,-
Tarif depresiasi = -------------------- =
Rp 375,- per ton.
2.000.000
ton
Depresiasi tahun
1995 =
600 x Rp 375,- =
Rp 225.000,-
Deplesi selalu
melekat sebagai bagian dari hasil produksi dan jika hasil produksi ini dijual
maka deplesi menjadi bagian dari harga pokok penjualan (CGS). Apabila hasil
produksi belum dijual deplesi akan menjadi bagian dari barang jadi
(persediaan).
KOREKSI
TERHADAP DEPLESI
Jika sumber alam sudah diambil
isinya tetapi Kemudian diketahui bahwa taksiran isi tambang semula ternyata
keliru atau kemudian dikeluarkan tambahan biaya pengembangan maka tarif deplesi
harus direvisi. Dalam merevisi biaya deplesi tersebut maka biaya deplesi
periode yang lalu tidak perlu
disesuaikan dan biaya deplesi yang baru didasrkan pada sisa harga sumber alam
dibagi dengan taksiran isi sumber alam yang baru.
Contoh.
Pada tahun 1996
Caltex membeli sebidang tanah yang mengandung sumber alam dengan harga Rp
10.000.000,- yang ditaksir berisi 1.000.000 ton. Sebelum dioperasikan telah
dikeluarkan biaya pengembangan sebesar Rp 1.000.000,- dan taksiran nilai tanah
setelah isi tambang digali laku dijual Rp 500.000,-. Pada tahun 1996 dibali
80.000 ton. Tahun 1997 dikeluarkan biaya pengembangan sebesar Rp 2.000.000,-
dan telah digali sebanyak 100.000 ton ternyata taksiran isi tambang masih
950.000 ton lagi.
Besarnya deplesi
untuk tahun 1996 dan 1997 adalah
(1) Tahun
1996 :
Harga
beli sumber alam Rp
10.000.000,-
Biaya pengembangan Rp 1.000.000,-
Harga perolehan Rp
11.000.000,-
Rp 11.000.000,- - Rp 500.000,-
Tarif deplesi = -----------------------------------------
1.000.000,- ton
= Rp 1.050 per
ton.
Deplesi tahun 1996 = 80.000 ton x Rp 1.050,-
=
Rp 840.000,-
(2) Tahun
1997 :
Harga
perolehan Rp
11.000.000,-
Nilai
sisa Rp 500.000,-
Rp
10.500.000,-
Biaya
pengembangan tahun 1997 Rp 2.000.000,-
Rp
12.500.000,-
Deplesi
tahun 1996 Rp 840.000,-
Harga
perolehan yang dideplesi Rp
11.660.000,-
Isi tambang yang sudah digali tahun 1997 = 100.000
ton
Isi
tambang yang baru =
950.000 ton
Total isi
tambang baru =
1.050.000 ton
Rp 11.660.000,-
Tarif
deplesi = ----------------------- = Rp 10,10 per ton
1.050.000,- ton
Deplesi
tahun 1997 =
100.000 x Rp 10,10
=
Rp 1.110.000,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar