Senin, 13 Februari 2012

Pendapatan Asli Daerah (PAD)


PENDAPATAN ASLI  DAERAH (PAD)

Klasifikasi PAD yang terbaru berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdiri dari: Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis lain-lain PAD yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan / atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi. Pendapatan hasil eksekusi atau jaminan, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Menurut Halim (2004:67), “PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”. Klasifikasi PAD yang dinyatakan oleh Halim (2004:67) adalah sesuai dengan klasifikasi PAD berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002.

1.   Pajak Daerah
Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam Saragih (2003:61), yang dimaksud dengan pajak daerah adalah “iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”. Menurut Halim (2004:67), “pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak”. Jenis-jenis pajak daerah untuk kabupaten/kota menurut Kadjatmiko (2002:77) antara lain ialah: Pajak hotel, Paja restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak penerangan jalan, Pajak pengambilan bahan galian golongan C, Pajak parkir

2.   Retribusi Daerah
Yang dimaksud dengan retribusi menurut Saragih (2003:65) adalah “pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.
Menurut Halim (2004:67), “Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah”.
Retribusi untuk kabupaten/kota dapat dibagi menjadi 2, yakni:
1.    Retribusi untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai kewenangan masing-masing daerah, terdiri dari: 10 jenis retribusi jasa umum, 4 jenis retribusi perizinan tertentu,
2.    Retribusi untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing daerah, terdiri dari: 13 jenis retribusi jasa usaha.(Kadjatmiko,2002:78).
Jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan berikut:
·         Retribusi pelayanan kesehatan,
·         Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan,
·         Retribusi pergantian biaya cetak KTP,
·         Retribusi pergantian cetak akta catatan sipil,
·         Retribusi pelayanan pemakaman,
·         Retribusi pelayanan pengabuan mayat,
·         Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum,
·         Retribusi pelayanan pasar,
·         Retribusi pengujian kendraan bermotor,
·         Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran,
·         Retribusi penggantian biaya cetak peta,
·         Retribusi pengujian kapal perikanan,
·         Retribusi pemakaian kekayaan daerah,
·         Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan,
·         Retribusi jasa usaha tempat pelelangan,
·         Retribusi jasa usaha terminal,
·         Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir,
·         Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa,
·         Retribusi jasa usaha penyedotan kakus,
·         Retribusi jasa usaha rumah potong hewan,
·         Retribusi jasa usaha pelayaran pelabuhan kapal,
·         Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga,
·         Retribusi jasa usaha penyebrangan diatas air,
·         Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair,
·         Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah,
·         Retribusi izin mendirikan bangunan,
·         Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol,
·         Retribusi izin gangguan,
·         Retribusi izin trayek. (Halim,2004:68).

3.     Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Menurut Halim (2004:68), “Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil Pengelolaan kekayaan milik Daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik Daerah dan pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan”. Menurut Halim (2004:68), jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: “1) bagian laba Perusahaan mliki Daerah, 2) bagian laba lembaga keuangan Bank, 3) bagian laba lembaga keuangan non Bank, 4) bagaian laba atas penyertaan modal/investasi”.

4.     Lain-Lain PAD yang Sah
Menurut Halim (2004:69), “pendapatan ini merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerinyah Daerah”. Menurut Halim (2004:69), jenis penndapatan ini meliputi objek pendapatan berikut, “1) hasil penjualan aset Daerah yang tidak dipisahkan, 2) penerimaan jasa giro, 3) penerimaan bunga deposito, 4) denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, 5) penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan Daerah”.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

1.     Pengertian APBD
Menurut UU No. 33 tahun 2004, “Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD”.
Menurut Saragih (2003: 127), “APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah (PAD)”. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004: 15-16) adalah sebagai berikut:
·         rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,
·         adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,
·         jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka,
·         periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

2.     Struktur APBD
Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dimana jumlah penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau pendapatan masing-masing daerah.
Adapun struktur APBD berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006, “Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah, 2. Belanja Daerah, dan 3. Pembiayaan Daerah”.

1.     Pendapatan Daerah
Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum Daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak Daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan Daerah dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Pendapatan Asli Daerah : Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
a.    Pajak Daerah,
b.    Retribusi Daerah,
c.    Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
d.    Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Juncko peraturan Daerah Nomor 65 Tahun 2001 dan Kepmendagri Nomor 35 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Jenis hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
1.    bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Daerah/BUMD,
2.    bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan
3.    bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis laian-lain Pendapatan Asli Daerah yang dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
1.       Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan,
2.       Jasa Giro,
3.       Pendapatan Bunga,
4.       Penerimaan atas Tuntutan Ganti Kerugian Daerah,
5.       Penerimaan Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah,
6.       Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah terhadap Mata Uang Asing,
7.       Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
8.       Pendapatan denda pajak
9.       Pendapatan denda retribusi,
10.    Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan,
11.    Pendapatan dari pengembalian,
12.    Fasilitas sosial dan fasilitas umum,
13.    Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan
14.    Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
b.    Dana Perimbangan: Dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan.
a.    Dana Bagi Hasil: Jenis Dana Bagi Hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak,
b. Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus.
c.    Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah: Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
a.    Hibah berasal dari Pemerintah, pemerintah Daerah lainnya, Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Negeri, kelompok Masyarakat/Perorangan, dan Lembaga Luar Negeri yang Tidak mengikat,
b.    Dana Darurat dari Pemerintah dalam Rangka penaggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam,
c.    Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota,
d.    Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dan
e.    Bantuan keuangan dari provinsi atau dari Pemerintah Daerah Lainnya.

2.     Belanja Daerah
Belanja Daerah merupakn semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkuutan. Berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, Belanja terdiri dari: Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Tersangka.
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja Menurut kelompok belanja terdiri dari:
1)   Belanja Tidak Langsung: Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga,
2)   Belanja Langsung: Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan progran dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: Belanja Pegawai, (dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah), Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar