PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Klasifikasi PAD yang terbaru
berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdiri dari: Pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan
sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan
dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaaan
modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis lain-lain PAD
yang sah disediakan
untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah,
retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci
menurut objek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan
bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi,
potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan
barang dan / atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi.
Pendapatan hasil eksekusi atau jaminan, pendapatan dari penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Menurut Halim (2004:67), “PAD
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan milik
daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”. Klasifikasi PAD yang
dinyatakan oleh Halim (2004:67) adalah sesuai dengan klasifikasi PAD
berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002.
1. Pajak Daerah
Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000
tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah dalam Saragih (2003:61), yang dimaksud dengan pajak daerah
adalah “iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”. Menurut Halim
(2004:67), “pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak”.
Jenis-jenis pajak daerah untuk kabupaten/kota menurut Kadjatmiko (2002:77)
antara lain ialah: Pajak hotel, Paja restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak
penerangan jalan, Pajak pengambilan bahan galian golongan C, Pajak parkir
2. Retribusi Daerah
Yang dimaksud dengan retribusi
menurut Saragih (2003:65) adalah “pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.
Menurut Halim (2004:67), “Retribusi
daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah”.
Retribusi untuk kabupaten/kota dapat
dibagi menjadi 2, yakni:
1.
Retribusi
untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai kewenangan masing-masing daerah, terdiri
dari: 10 jenis retribusi jasa umum, 4 jenis retribusi perizinan tertentu,
2.
Retribusi
untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai jasa/pelayanan yang diberikan oleh
masing-masing daerah, terdiri dari: 13 jenis retribusi jasa usaha.(Kadjatmiko,2002:78).
Jenis pendapatan retribusi untuk
kabupaten/kota meliputi objek pendapatan berikut:
·
Retribusi
pelayanan kesehatan,
·
Retribusi
pelayanan persampahan/kebersihan,
·
Retribusi
pergantian biaya cetak KTP,
·
Retribusi
pergantian cetak akta catatan sipil,
·
Retribusi
pelayanan pemakaman,
·
Retribusi
pelayanan pengabuan mayat,
·
Retribusi
pelayanan parkir ditepi jalan umum,
·
Retribusi
pelayanan pasar,
·
Retribusi
pengujian kendraan bermotor,
·
Retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran,
·
Retribusi
penggantian biaya cetak peta,
·
Retribusi
pengujian kapal perikanan,
·
Retribusi
pemakaian kekayaan daerah,
·
Retribusi
jasa usaha pasar grosir atau pertokoan,
·
Retribusi
jasa usaha tempat pelelangan,
·
Retribusi
jasa usaha terminal,
·
Retribusi
jasa usaha tempat khusus parkir,
·
Retribusi
jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa,
·
Retribusi
jasa usaha penyedotan kakus,
·
Retribusi
jasa usaha rumah potong hewan,
·
Retribusi
jasa usaha pelayaran pelabuhan kapal,
·
Retribusi
jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga,
·
Retribusi
jasa usaha penyebrangan diatas air,
·
Retribusi
jasa usaha pengolahan limbah cair,
·
Retribusi
jasa usaha penjualan produksi usaha daerah,
·
Retribusi
izin mendirikan bangunan,
·
Retribusi
izin tempat penjualan minuman beralkohol,
·
Retribusi
izin gangguan,
·
Retribusi
izin trayek. (Halim,2004:68).
3. Hasil Perusahaan Milik
Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Menurut Halim (2004:68), “Hasil
perusahaan milik Daerah dan hasil Pengelolaan kekayaan milik Daerah yang
dipisahkan merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik
Daerah dan pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan”. Menurut Halim
(2004:68), jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: “1) bagian
laba Perusahaan mliki Daerah, 2) bagian laba lembaga keuangan Bank, 3) bagian
laba lembaga keuangan non Bank, 4) bagaian laba atas penyertaan
modal/investasi”.
4. Lain-Lain PAD yang Sah
Menurut Halim (2004:69), “pendapatan
ini merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerinyah
Daerah”. Menurut Halim (2004:69), jenis penndapatan ini meliputi objek
pendapatan berikut, “1) hasil penjualan aset Daerah yang tidak dipisahkan, 2)
penerimaan jasa giro, 3) penerimaan bunga deposito, 4) denda keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan, 5) penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan
kekayaan Daerah”.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
1.
Pengertian APBD
Menurut UU No. 33 tahun 2004,
“Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah
suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan
daerah tentang APBD”.
Menurut Saragih (2003: 127), “APBD
merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di
dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian
daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan
pendapatan daerah (PAD)”. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004:
15-16) adalah sebagai berikut:
·
rencana
kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,
·
adanya
sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya
sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan
batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,
·
jenis
kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka,
·
periode
anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.
2. Struktur APBD
Dengan dikeluarkannya kebijakan
otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam
keuangan daerah, termasuk terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah
dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang
berimbang dimana jumlah penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran
atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran
berimbang, tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap
daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau
pendapatan masing-masing daerah.
Adapun struktur APBD berdasarkan
Permendagri No.13 Tahun 2006, “Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri
dari: 1. Pendapatan Daerah, 2. Belanja Daerah, dan 3. Pembiayaan Daerah”.
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan yang dianggarkan dalam
APBD meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum Daerah, yang
menambah ekuitas dana, merupakan hak Daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak
perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan Daerah dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Pendapatan Asli Daerah : Kelompok
pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
a.
Pajak
Daerah,
b.
Retribusi
Daerah,
c.
Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Jenis pajak daerah
dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan
Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Juncko peraturan Daerah Nomor 65
Tahun 2001 dan Kepmendagri Nomor 35 tentang Pajak Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Jenis hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan
sebagaimana dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
1.
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
Daerah/BUMD,
2.
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN, dan
3.
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis laian-lain Pendapatan Asli Daerah yang dirinci menurut
obyek pendapatan yang mencakup:
1.
Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan,
2.
Jasa Giro,
3.
Pendapatan Bunga,
4.
Penerimaan atas Tuntutan Ganti Kerugian Daerah,
5.
Penerimaan Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah,
6.
Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah
terhadap Mata Uang Asing,
7.
Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
8.
Pendapatan denda pajak
9.
Pendapatan denda retribusi,
10.
Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan,
11.
Pendapatan dari pengembalian,
12.
Fasilitas sosial dan fasilitas umum,
13.
Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan
14.
Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
b. Dana Perimbangan: Dana
perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan.
a.
Dana Bagi Hasil: Jenis Dana Bagi Hasil dirinci menurut objek
pendapatan yang mencakup: Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak,
b. Dana Alokasi
Umum.
c. Dana Alokasi
Khusus.
c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah: Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang Sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
a.
Hibah berasal dari Pemerintah, pemerintah Daerah lainnya,
Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Negeri, kelompok Masyarakat/Perorangan,
dan Lembaga Luar Negeri yang Tidak mengikat,
b.
Dana Darurat dari Pemerintah dalam Rangka penaggulangan
korban/kerusakan akibat bencana alam,
c.
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota,
d.
Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah, dan
e.
Bantuan keuangan dari provinsi atau dari Pemerintah Daerah
Lainnya.
2. Belanja Daerah
Belanja Daerah
merupakn semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkuutan. Berdasarkan Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002, Belanja terdiri dari: Belanja Aparatur Daerah, Belanja
Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak
Tersangka.
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja Menurut
kelompok belanja terdiri dari:
1)
Belanja Tidak Langsung: Belanja tidak
langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi
menurut jenis belanja yang terdiri dari: Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi,
Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, Belanja Tidak
Terduga,
2)
Belanja Langsung: Belanja langsung
merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan
progran dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja
yang terdiri dari: Belanja Pegawai, (dimaksudkan untuk pengeluaran
honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah),
Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar