Penilaian
Aset
Penilaian barang milik
negara/daerah diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai Wajar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Nilai wajar atas barang milik negara/daerah yang
diperoleh dari penilaian ini merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan
neraca pemerintah, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.
Penetapan nilai barang milik negara/daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah
pusat/ daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP).
Ketentuan mengenai
pelaksanaan penilaian diatur sebagai berikut:
1.
Penilaian
barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan dan
pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan
dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengelola barang.
2.
Penilaian
barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka
pemanfaatan dan pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh
gubernur/bupati/walikota, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan
oleh Gubernur/Bupati Walikota.
Yang dimaksud dengan
tim penilai adalah panitia
penaksir harga yang unsurnya terdiri dari instansi terkait. Sedangkan penilai
independen adalah penilai yang bersertifikat di bidang penilaian aset yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Penilaian
barang milik negara/daerah tersebut dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar,
dengan estimasi terendah menggunakan NJOP. Penilaian barang milik negara/daerah
selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan
dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengguna barang, dan dapat melibatkan
penilai independen yang ditetapkan oleh pengguna/pengelola barang. Penilaian
tersebut dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar. Hasil penilaian barang milik
negara/daerah tersebut ditetapkan oleh: Pengelola barang untuk barang milik negara; Gubernur /Bupati /Walikota untuk barang milik daerah
Pemanfaatan
dan Pemindahtanganan Aset/ Barang
Barang milik
negara/daerah dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan apabila tidak digunakan
untuk penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah. Dalam konteks pemanfaatan
tidak terjadi adanya peralihan kepemilikan dari pemerintah kepada pihak lain.
Sedangkan dalam konteks pemindahtanganan akan terjadi peralihan kepemilikan
atas barang milik negara/daerah dari pemerintah kepada pihak lain.
Tanah dan/atau
bangunan yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi instansi
pengguna barang harus diserahkan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola
barang untuk barang milik negara, atau Gubemur/Bupati/ Walikota selaku pemegang
kekuasaan pengelolaan barang milik daerah untuk barang milik daerah.
Penyerahan kembali
barang milik negara/daerah tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi
status tanah dan/atau bangunan, apakah telah bersertifikat (baik dalam kondisi
bermasalah maupun tidak bermasalah) atau tidak bersertifikat (baik dalam
kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah).
Barang milik negara/daerah
berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan tersebut selanjutnya
didayagunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara, yang meliputi
fungsi-fungsi berikut:
1.
Fungsi Pelayanan: Fungsi ini direalisasikan melalui
pengalihan status penggunaan, di mana barang milik negara/daerah dialihkan
penggunaannya kepada instansi pemerintah lainnya untuk digunakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
2.
Fungsi Budgeter: Fungsi ini direalisasikan melalui pemanfaatan
dan pemindahtanganan. Pemanfaatan dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa,
kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna.
Sedangkan pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan, tukar menukar,
hibah, dan penyertaan modal negara/daerah.
Kewenangan pelaksanaan pemanfaatan atau pemindahtanganan
tanah dan/atau bangunan pada barang milik negara prinsipnya dilakukan oleh
pengelola barang, dan untuk barang milik daerah dilakukan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota, kecuali hal-hal sebagai berikut:
a) Pemanfaatan tanah dan/atau bangunan untuk
memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas pokok dan
fungsi instansi pengguna dan berada di dalam lingkungan instansi pengguna,
contohnya: kantin, bank, dan koperasi.
b) Pemindahtanganan dalam bentuk tukar menukar
berupa tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan untuk tugas pokok dan
fungsi namun tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota.
c) Pemindahtanganan dalam bentuk penyertaan
modal pemerintah pusat/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sejak awal
pengadaaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukan bagi Badan Usaha Milik
Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
Pengecualian tersebut,
untuk barang milik negara dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan
pengelola barang, sedangkan untuk barang milik daerah dilakukan oleh pengelola
barang dengan persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Pemanfaatan
Bentuk-bentuk
pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa: Sewa; Pinjam pakai; Kerjasama
pemanfaatan; Bangun guna serah dan bangun serah guna.
1)
Sewa:
Ketetentuan mengenai pemanfaatan dalam
bentuk sewa diatur sebagai berikut:
a. Barang milik negara/daerah dapat disewakan
kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/daerah.
b. Jangka waktu penyewaan barang milik
negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Penetapan formula
besaran tarif sewa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) barang milik
negara oleh pengelola barang; (2) barang milik daerah oleh
gubernur/bupati/walikota.
c. Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat
perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat: (1) Pihak-pihak yang
terikat dalam perjanjian; (2) Jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan
jangka waktu; (3) Tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan
pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;
(4) Persyaratan lain yang dianggap perlu.
d. Hasil penyewaan merupakan penerimaan
negara/daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum
negara/daerah.
2)
Pinjam
Pakai: Ketetentuan
mengenai pemanfaatan dalam bentuk pinjam pakai diatur sebagai berikut:
a. Pinjam pakai barang milik negara/daerah
dilaksanakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar
pemerintah daerah.
b. Jangka waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah
paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang.
c. Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat
perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat: (1) Pihak-pihak yang terkait dalam
perjanjian; (2) Jenis, luas atau jumlah
barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
(3) Tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama
jangka waktu peminjaman; (4) Persyaratan lain yang dianggap perlu.
3)
Kerjasama
Pemanfaatan: Kerjasama
pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam
rangka: (1) Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara/daerah.
(2) Meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah. Kerjasama pemanfaatan
atas barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk memenuhi biaya
operasional/pemeliharaan/ perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik
negara/daerah di maksud;
b. Mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan
melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/peminat,
kecuali untuk barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan
langsung;
c. Mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar
kontribusi tetap ke rekening kas umum negara/daerah setiap tahun selama jangka
waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil
kerjasama;
d. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil
perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;
e. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan harus mendapat persetujuan
pengelola barang;
f. Selama jangka waktu pengoperasian, mitra
kerjasama pemafaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik
negara/daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan;
g. Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling
lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Semua
biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak
dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah .
4)
Bangun
Guna Serah dan Bangun Serah Guna: Bangun guna serah dan bangunan serah guna barang milik negara/daerah
dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut:
a) Pengguna barang memerlukan bangunan dan
fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan
pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi; dan
b) Tidak tersedia dana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas
dimaksud.
Bangun guna serah dan bangun serah guna
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Jangka waktu bangun guna serah dan bangun
serah guna paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani.
b) Penetapan mitra bangun guna serah dan mitra
bangun serah guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan
sekurang-kurangnya lima peserta/ peminat.
c) Mitra bangun guna serah dan mitra bangun
serah guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus
memenuhi kewajiban sebagai berikut: (1) Membayar kontribusi ke rekening kas
umum negara/ daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil
perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang; (2) Tidak menjaminkan,
menggadaikan atau memindahkantangankan objek bangun guna serah dan bangun serah
guna; (3) Memelihara objek bangun guna serah dan bangun serah guna.
d) Dalam jangka waktu pengoperasian, sebagai
barang milik negara/daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus
dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintah.
e) Bangun guna serah dan bangun serah guna
dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat: (1) Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
(2) Objek bangun guna serah dan bangun serah guna; (3) Jangka waktu bangun guna
serah dan bangun serah guna; (4) Hak dan kewajiban para pihak yang terikat
dalam perjanjian; (5) Persyaratan lain yang dianggap perlu.
f) Ijin mendirikan bangunan hasil bangun guna
serah dan bangun serah guna harus
diatasnamakan Pemerintah Republik Indonesia/ Pemerintah Daerah.
g) Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan
pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna tidak dapat dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
h) Mitra bangun guna serah barang milik
negara/daerah harus menyerahkan objek bangun guna serah kepada pengelola barang
pada akhir jangka waktu pegoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat
pegawasan fungsional pemerintah.
i) Jangka waktu bangun guna serah dan bangun
serah guna paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani.
Pemindahtanganan
Pemindahtanganan
barang milik negara/daerah dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD
untuk tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan yang
bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Usulan untuk
memperoleh persetujuan DPR diajukan oleh pengelola barang.
Persetujuan DPR/DPRD
tersebut tidak diperlukan untuk kondisi sebagai berikut:
1.
Sudah
tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
2.
Harus
dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam
dokumen penganggaran;
3.
Diperuntukkan
bagi pegawai negeri;
4.
Diperuntukkan
bagi kepentingan umum;
5.
Dikuasai
negara berdasarkan keputusan pengadilan, yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status
kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Yang dimaksud dengan
tidak sesuai dengan tata ruang wilayah artinya pada lokasi tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah
dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah, misalnya
dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah perdagangan. Sedangkan
maksud tidak sesuai dengan penataan kota artinya atas tanah dan/atau bangunan
milik negara/daerah dimaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada
perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau
bangunan dalam kondisi pengecualian dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1.
Untuk
tanah dan/atau bangunan yang bernilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan
Presiden/gubernur/bupati/walikota;
2.
Untuk
tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang;
Pemindahtanganan barang
milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam kondisi pengecualian
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Pemindahtanganan
barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengguna barang
setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
2.
Pemindahtanganan
barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai di atas
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah) dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat
persetujuan Presiden;
3.
Usul untuk
memperoleh persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
oleh pengelola barang.
4.
Pemindahtanganan
barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang setelah
mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Bentuk-bentuk
pemindahtanganan sebagai tidak lanjut atas penghapusan barang milik
negara/daerah meliputi: Penjualan; Tukar-menukar; Hibah; Penyertaan modal pemerintah
pusat/daerah.
1.
Penjualan: Penjualan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Untuk optimalisasi barang milik negara yang
berlebih atau idle ;
b. Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi
negara apabila dijual;
c. Sebagai pelaksanaan ketentuan
perundang-udangan yang berlaku.
Pertimbangan penjualan barang milik
negara/daerah tersebut, dikecualikan untuk:
a. Barang milik negara/daerah yang bersifat
khusus; yaitu barang-barang yang diatur secara khusus sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku; misalnya, rumah negara golongan III yang dijual
kepada penghuni, dan kendaraan dinas perorangan pejabat negara yang dijual kepada
pejabat negara.
b. Barang milik negara/daerah lainnya yang
ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola barang.
Penjualan barang milik
negara/daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu. Hasil
penjualan barang milik negara/daerah wajib disetor seluruhnya ke rekening kas
umum negara/daerah sebagai penerimaan negara/daerah. Penjualan dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
Kuasa
pengguna barang mengajukan usul kepada pengguna barang untuk diteliti dan
dikaji;
b.
Pengguna
barang mengajukan usul penjualan kepada pengelola barang;
c.
Pengelola
barang meneliti dan mengkaji usul penjualan yang diajukan oleh pengguna barang sesuai dengan
kewenangannya;
d.
Pengelola
barang mengeluarkan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan
penjualan yang diajukan oleh pengguna barang dalam batas kewenangannya;
e.
Untuk
penjualan yang memerlukan persetujuan Presiden/gubernur/ bupati/walikota atau
DPR/D, pengelola barang mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan
atas usulan dimaksud;
f.
Penerbitan
persetujuan pelaksanaan oleh pengelola barang untuk penjualan sebagaimana
dimaksud pada angka 5 dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden atau DPR.
2.
Tukar-menukar
Tukar-menukar barang milik negara/daerah
dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Untuk memenuhi kebutuhan operasional
penyelenggaraan pemerintahan;
b. Untuk optimalisasi barang milik
negara/daerah; dan
c. Tidak tersedia dana dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.
Tukar-menukar
barang milik negara dapat dilakukan dengan pihak: Pemerintah daerah; Badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum
milik pemerintah lainnya; Swasta.
Tukar menukar barang
milik negara/daerah dapat berupa:
a.
Tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang untuk barang
milik negara dan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah;
b.
Tanah
dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi pengguna barang tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau
penataan kota;
c.
Barang
milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.
3. Hibah
Hibah barang milik negara/daerah dilakukan
dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan
penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah. Hibah tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut: Bukan merupakan barang rahasia negara;
Bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; Tidak digunakan
lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah.
Hibah barang milik
negara/daerah dapat berupa:
a.
Tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang untuk barang
milik negara dan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah;
b.
Tanah
dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan
sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
c.
Barang
milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Penetapan
barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan
dilakukan oleh: Pengelola barang untuk barang milik negara; Gubernur/bupati/walikota
untuk barang milik daerah, sesuai batas kewenangannya.
4. Penyertaan
Modal Pemerintah
Penyertaaan modal Pemerintah Pusat/Daerah
atas Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan,
dan peningkatan kinerja badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum
lainnya yang dimiliki negara/daerah.
Penyertaaan modal pemerintah pusat/daerah
tersebut dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Barang milik negara/daerah yang dari awal
pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi badan usaha milik
negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah dalam rangka
penugasan pemerintah; atau
b. Barang milik negara/daerah lebih optimal
apabila dikelola oleh badan usaha milik negara/daerah atau badan hokum lainnya
yang dimiliki negara/daerah baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Penghapusan
Aset/Barang
Penghapusan barang
milik negara/daerah meliputi:
1. Penghapusan dari daftar barang pengguna
dan/atau kuasa pengguna;
2. Penghapusan dari daftar barang milik
negara/daerah.
Penghapusan barang
milik negara/daerah tersebut dilakukan dalam hal barang milik negara/daerah
dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa
pengguna barang, Barang milik negara/daerah sudah tidak berada dalam penguasaan
pengguna barang dan atau kuasa pengguna barang disebabkan oleh:
1.
Penyerahan
kepada pengelola barang;
2.
Pengalihgunaan
barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada pengguna
barang lain;
3.
Pemindahtanganan
atas barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada pihak
lain;
4.
Pemusnahan;
Sebab-sebab lain antara lain karena hilang, kecurian,
terbakar, susut, menguap, mencair.
Terimakasih penjelasan pemindahtanganan asetnya.
BalasHapus